Senin, 28 Juni 2004

The Day After Tomorrow


Cast: Dennis Quaid, Jake Gyllenhaal, Sela Ward, Emmy Rossum
Director: Roland Emmerich
Writers: Roland Emmerich, Jeffrey Nachmanoff
Release Date: 28 Mei 2004


Menyaksikan film ini membawa kesenangan tersendiri selain mengetengahkan asumsi yang bisa kita terima, pengunaan serta penyalahgunaan sumber daya alam yang berlebihan serta kerusakan atmosfere serta ozon. Sebuah cerminan dosa dari perindustrian dan pemerintah, 


The Day After Tomorrow mengusung kekacauan yang terjadi karena dunia mengabaikan peringatan ayahnya Sam, Jack Hall (Dennis Quaid) seorang klimatologist, yang yakin akan terjadi pencairan es kutub yang bakal menutup seluruh Gulf Stream dan secara radikal mengubah iklim sampai sekitar 100 tahun atau lebih. Berpikir lebih bijaksana Jack memutuskan untuk mengatakan memberi peringatan. Sayangnya, peringatannya jatuh ketelinga orang yang tuli, telinga-telinga paling tuli itu adalah milik Presiden Blake (Perry King) dan wakil presiden-nya yang licik yang hanya perduli pada bisnis (Kenneth Welsh). 

Saat iklim di belahan bumi utara tiba-tiba berubah, angin topan besar mulai melanda sebagian Amerika dan mulai merambat ke Meksiko. Jack dihadapkan tugas yang sangat sulit. Jack harus menyelamatkan anak lelakinya dan semua orang yang terjebak di perpustakaan, yang terpaksa harus membakar buku untuk menghangatkan badan mereka.


Mempertimbangkan hubunganya dengan pemerintah, kita dibuat heran mengapa Jack melakukan penyelamatan ini hanya dengan dua orang sobat, sepatu salju, ransel dan sebuah van selain menemukan sebuah pesawat yang terbang di tengah badai yang mengamuk. Dan, sewaktu Jack berupaya melakukan penyelamatan, istrinya, Dr. Lucy (Sela Ward), juga turut menyelamatkan pasien di sebuah rumah sakit daerah yang tak terurus.

Meskipun masih ada yang meragukan apakah pemanasan global terjadi atau tidak, satu atau dua abad mendatang, para ilmuwan sepakat tren itu akan terus berlanjut hingga 100 tahun mendatang meskipun konsumsi bahan bakar fosil dikurangi secara dramatis.

 

Keadaan sama persisnya dengan keadaan sekarang ini dimana negara-negara dunia begitu lambat dalam melakukan tindakan pencegahan globalwarming karena masih memperhitungkan dampaknya terhadap ekonomi global. Amerika serikat tidak mau menandatangani protokol kyoto karena merasa jadi pihak yang paling dirugikan dan menginginkan agar tidak hanya negara maju yang harus bertanggungjawab tetapi juga negara berkembang yang mungkin saat ini belum banyak industri-industri 'perusak lingkungan' tapi suatu saat pasti menjadi negara yang juga penyumbang kerusakan bumi. negara berkembang seperti Indonesia juga tidak mau kalah, Indonesia meminta insentif sebesar 6 Triliun jika menginginkan Indonesia menjaga kelestarian hutannya. barangkali jika bencana ini sudah terjadi tidak ada lagi perdebatan untung-rugi untuk mencegah efek pemanasan global.

Akibatnya, Dunia akan melihat terjadi pergeseran produktivitas pertanian. Sebagian wilayah akan lebih produktif dan lainnya kurang karena perubahan pola suhu dan curah hujan. Secara menyeluruh, akan terjadi lebih banyak hujan tetapi juga lebih banyak penguapan yang akan membawa lebih banyak banjir dan lebih banyak kekeringan.

Meningkatnya suhu global rata-rata adalah petanda nyata yang mengindikasikan perubahan dalam iklim yang ekstrem. Misalnya gelombang panas, juga banjir dan kekeringan, akan menjadi lebih parah dan lebih sering. Hujan dan salju akan meningkat atau menurun, tergantung kawasannya.

Perbedaan suhu harian tertinggi dan terendah akan berkurang di beberapa kawasan ketika suhu rata-rata meningkat. Perubahan iklim terjadi di dunia akan berdampak pada pola penyakit dan kesehatan, dan pada ekosistem, dengan implikasi penting bagi keberlanjutan hutan, pasokan pangan, keanekaragaman hayati, pemanfaatan lahan, dan polusi.

Abad baru bisa membawa kepunahan ratusan atau bahkan ribuan tanaman dan binatang di Pegunungan Andes di Peru, menurut penelitian yang dilakukan oleh Mark Bush, ahli ekologi dari Florida Institute of Technology (dimuat dalam Sciencen 6 Februari 2004). Bush meneliti catatan yang berkelanjutan dari perubahan iklim Andean selama 48.000 tahun. Bush memperkirakan spesies yang bisa bermigrasi segera, seperti burung dan kupu-kupu, mungkin menderita dampak yang kecil. Spesies yang tidak bisa berpindah akan terancam punah. Petani akan mampu berekspansi lebih ke kawasan yang lebih tinggi. Akibatnya terjadi fragmentasi lahan yang menjadi penghalang pergerakan mahluk hidup liar dan memerangkap mereka dalam iklim yang semakin tidak cocok dengan habitatnya.

Musim dingin di Eropa dan Skandinavia bagian utara menjadi lebih basah, sedangkan Eropa bagian selatan dan Timur Tengah menjadi lebih kering. Petani di Eropa telah menghadapi musim tanam yang datang lebih awal dan lebih panjang.

Sementara itu, hasil observasi menunjukkan iklim di Indonesia selama abad ke-20 menjadi lebih panas. Suhu rata-rata tahunan meningkat kurang lebih 0,3 derajat celsius sejak tahun 1990. Tahun 1990-an menjadi dekade terpanas dalam abad ini dan tahun 1998 adalah tahun terpanas dengan suhu rata-rata hampir satu derajat celsius di atas suhu rata-rata periode 1961-1990. Pemanasan terjadi di seluruh musim sepanjang tahun. Curah hujan menurun 2-3 persen di seluruh Indonesia selama satu abad ini. Seluruh penurunan terjadi dalam periode Desember-Februari, bulan-bulan paling basah.