Jumat, 21 Desember 2007

Enchanted


Cast: Amy Adams, Patrick Dempsey, James Marsden, Timothy Spall, Idina Menzel, Rachel Covey, Susan Sarandon
Director: Kevin Lima
Produksi: Walt Disney Pictyures
Release Date: 21 November 2007


Film ini menceritakan tentang negeri bernama Andalusia di mana mantera-mantera sihir adalah hiburan yang menyenangkan dan alunan musik yang empuk adalah pengiring bagi keseharian penduduknya. Di sana tinggal Putri Giselle (Amy Adams) yang cantik. Seperti di kisah dongeng, Pangeran Edward (James Marsden) dan Putri Giselle saling jatuh cinta dan hendak melangsungkan pernikahan. 

Namun kisah indah nan romantis sang putri dengan pangeran mendadak berubah, tatkala sang ibu tiri, Queen Narissa (Susan Sarandon) merapal mantra sihir yang mengirim Putri Giselle ke sebuah dunia nyata, sebuah kota besar dengan peradaban yang amat asing: New York, Amerika Serikat, yang modern. Putri Giselle terdampar di negeri asing lengkap dengan gaun putih mengembang ala putri raja. Kalau dalam cerita Cinderella, selalu dikerumuni makhluk-makhluk hutan menggemaskan dan sedangkan Snow White ditemani tujuh kurcaci yang riang nan setia, Putri Giselle tidaklah begitu. Sebagai pengganti tujuh kurcaci maupun makhluk-makhluk hutan yang menggemaskan, dihadirkan burung merpati, tikus dan kecoa.

Giselle dalam kebingungan dan terdampar di sebuah kota yang tidak ia kenali, hingga akhirnya seorang pengacara perceraian Robert (Patrick Dempsey) dan putrinya Morgan (Rachel Covey) menemukannya dan membawanya ke apartemen mereka. Esok harinya, Robert dan Morgan dibuat bingung oleh tingkah polah Giselle yang aneh. Robert adalah orang yang mengalami kepahitan hidup sehingga sangat realistis dan tidak percaya pada dongeng. Ia bahkan tidak pernah menceritakan kisah-kisah dongeng menjelang tidur pada anaknya.

Hubungan Robert dan Giselle saling melengkapi. Giselle membantu Robert untuk memandang hidup lebih optimis dan berlaku lebih romantis pada tunangannya Nancy (Idina Menzel). Sementara Robert mengenalkan Giselle pada dunia percintaan yang modern.


Sementara itu, Pangeran Edward dan seekor chipmunk bernama Pip yang masih berada di dunia dongeng pun menyusul Giselle untuk menjemputnya dari kehidupan nyata. Sayangnya, saat bertemu dengan Edward, Giselle tidak lagi punya chemistry pada pangeran pujaan hatinya. Giselle telah jatuh cinta pada Robert.

Mengetahui Edward menyusul Giselle, Ratu Narissa pun tak tinggal diam. Ia menyusul dengan dikawal oleh sekumpulan pasukan naga. Tak ayal, dunia animasi dan dunia nyata pun bertemu. Pada titik ini Gisselle harus memilih antara Edward dan Robert, antara negeri dongeng dan negeri animasi.



Enchanted berhasil memadukan animasi gaya lama yang divisualisasikan dengan kondisi zaman sekarang. Film berdurasi 90 menit ini juga menggabungkan unsur film animasi tradisional dua dimensi, realita nyata dan komputer grafik. Penggabungan gambar animasi dengan sosok pemerannya terlihat sempurna dan menghasilkan sebiah plesetan dongeng yang menghibur.Enchanted memang bukan film pertama Hollywood yang memadukan animasi dan film nyata. Tapi didukung oleh berbagai efek CGI yang bertaburan di sepanjang film dan alunan musik indah karya tangan dingin Alan Menken (Pocahontas, The Little Mermaid, Beauty and the Beast), membuat film ini terasa menyenangkan baik dilihat maupun didengar.

Apalagi film ini juga menggabungkan berbagai dongeng pengantar tidur seperti Cinderella, Snow White, Rapunzel, dan Sleeping Beauty (Putri Tidur). Namun ada beberapa 'plesetan' dari dongeng-dongeng tersebut, seperti ciuman pangeran yang ternyata bukanlah berasal pangeran impian, juga sepatu kaca yang tidak dicoba pada 'Cinderella'. Demikian juga dongeng Rapunzel yang seharusnya pangeran menyelamatkan putri, tapi kali ini dengan gagah beraninya sang putri memanjat gedung, menghunus pedang demi mengalahkan Queen Narisha yang jahat sekaligus menangkap tangan sang pujaan hati agar tak jatuh terhempas

Meski isi cerita dalam film Enchanted ini bukanlah cerita baru, tapi kemasan dan tangan dingin sang sutradara Kevin Lima, mampu mengungkapkan secara nyata ide dari si penulis film, Bill Kelly. Penggabungan antara animasi dan musikalisasi pun tercipta, hasilnya film pun menjadi sangat menarik dan menakjubkan. Karena penggabungan gambar animasi dengan sosok aktor dan aktris pemerannya begitu sempurna.

Bill Kelly mungkin mengambil ide cerita ini dari kisah Snow White dan Cinderella. Karena ini bisa dilihat dari kostum yang dikenakan oleh para pemain dalam fim ini. Tapi meski mengadopsi cerita Snow White dan Cinderella, cerita yang ditulis oleh Bill Kelly sudah mengalami perubahan di sana sini. Sehingga yang tertuang dalam alur cerita film adalah inspirasi dan ide-ide segar yang di aktualkan dalam film. Kesan klasik dan modern pun tercermin pada masing-masing tokoh yang muncul, sehingga memperkuat karakter mereka dalam film ini.

Kevin Lima sebagai sutradara berusaha mengungkapkan mitos cinta pada pandangan pertama tidak selamanya benar, tetapi bagaimana mencari cinta sejati yang sebenarnya. Film ini dikemas dengan gaya komedi romantis sehingga penonton tidak monoton saat menontonnya. Eksistensi Lima di dunia perfilman tidak diragukan lagi. Ia pernah menyutradarai Tarzan dan 101 Dalmatians, serta merancang karakter-karakter dalam The Little Mermaid dan Aladdin.


Disney berharap Enchanted bisa menjadi franchise sukses dengan beberapa sekuel, seperti yang terjadi pada Pirates of Carribean. Tim produksi mengaku sangat antusias dalam bekerja karena ide memplesetkan dongeng ini pernah dipopulerkan perusahaan itu sendiri. Menurut Lima, para pejabat Disney mengetahui bahwa satu-satunya cara penggarapan film ini adalah mengeluarkan ideologi lama mereka sehingga mereka bisa melihat siapa diri mereka di masa lalu dan mampu tertawa.

Minggu, 29 Juli 2007

Evening

Cast: Claire Danes, Toni Collette, Vanessa Redgrave, Patrick Wilson, Hugh Dancy, Natasha Richardson, Mamie Gummer, Eileen Atkins, Meryl Streep, Glenn Close
Director: Lajos Koltai
Produksi: Focus Features
Release Date: 29 Juni  2007


Film yang diangkat dari novel yang berjudul sama karangan Susan Minot ini bercerita tentang sebuah kenangan masa lalu dan intrik percintaan anak muda. 


Di hari-hari terakhirnya, yang ada di benak Ann Grant Lord (Vanessa Redgrave) adalah saat-saat yang ia lalui ketika berada di Newport lima puluh tahun silam. Nama Harris (Patrick Wilson) selalu disebut-sebut meski kedua putrinya, Nina (Toni Collette) dan Constance (Natasha Richardson), tak pernah tahu siapa Harris sebenarnya.


Dalam keadaannya yang sakit itu ia selalu berhalusinasi dengan menceritakan kisah percintaannya dimasa muda. Dalam cerita yang bersetting 60-an kala Ann masih muda, ia bersahabat dengan Lila Wittenborn. Menjelang pernikahannya, Lila mengundang Ann untuk menjadi pendampingnya. Ann pun datang bersama Buddy Wittenborn yang merupakan kakak Lina. Lalu Ann dikenali dengan calon suami Lila, Harris Arden. Namun setelah pertemuan itu, diam-diam Harris menyukai Ann.


Di malam pernikahannya Harris memadu kasih dengan Ann didalam sebuah rumah yang berada didalam hutan yang merupakan tempat rahasia Harris. Disaat yang bersamaan Buddy yang sebelumnya ditolak cintanya oleh Ann mengikuti mereka berdua dengan keadaan mabuk. Justru tragisnya pada saat itu Buddy ditabrak oleh sebuah mobil yang kabur melarikan diri. Saat Ann sangat menyesal ketika mengetahui keadaan Buddy yaang sudah tewas. Diiringi dengan penyesalannya yang mendalam ia lalu pergi menghilang untuk melupakan Harris.

Drama menyentuh garapan sutradara Lajos Koltai (yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pengarah kamera untuk film-film seperti Malena dan Being Julia) ini menampilkan sederetan bintang ternama dari dua generasi. Dari generasi tua terdapat nama-nama, Vanessa Redgrave dan Meryl Streep  yang berperan sebagai Ann dan Lila, ditambah Glenn Close yang berperan sebagai ibunda Lila dan Buddy. Sementara dari generasi muda terdapat nama-nama Claire Danes dan Mamie Gummer yang berperan sebagai Ann dan Lila muda. Patut dicatat, baru di film ini Mamie bermain bersama dengan ibunya, Meryl Streep, kendati tidak ada satu adegan yang mempertemukan mereka dalam satu frame. Adapula Patrick Wilson dan Hugh Dancy  yang berperan sebagai Harris Arden dan Buddy. Ditambah penampilan dari Toni Collette  dan Natasha Richardson sebagai Nina dan Constance, puteri Ann, serta Eileen Atkins sebagai si perawat malam.


Memang awalnya agak sedikit membingungkan karena flash back dan munculnya karakter baru yang sebelumnya tidak ada tapi itu tak terlalu mempengaruhi keutuhan film ini. Film ini dibuat berdasarkan adaptasi dari novel bestseller karya Susan Minot. Namun, Lajos sang Sutradara cukup jeli mengalkulasikan segalanya, mulai dari sinematografi, editing sampai pada penataan musik sehingga film ini terasa lebih sebagai sebuah novel yang divisualisasikan lewat film.

Jumat, 27 Juli 2007

Live Free or Die Hard

Cast: Bruce Willis, Justin Long, Maggie Q, Timothy Olyphant, Mary Elizabeth Winstead
Director: Len Wiseman
Writers: Mark Bomback based on Novel "A Farewell to Arms" by John Carlin
Produksi: 20th Century Fox
Release Date: 27 Juni 2007


Ketika Die Hard pertama kali dibuat tahun 1988, mungkin Bruce Willis tidak menyangka kalau sosok polisi John McClane yang ia perankan, mendapat respon dari banyak khalayak. Semua sequel film ini selalu saja box office, tidak hanya di Amerika Utara tapi juga diseluruh dunia. Pasca kemunculan Die Hard 3 : With A Vengeance di tahun 1995, Banyak publik menyangka kalau inilah sequel terakhir dari aksi polisi “gila” John McClane.Tapi rasanya sayang bagi Twentieth Century Fox kalau harus menawatkan serial terlaris Die Hard. Dan 12 tahun kemudian atau di pertengahan tahun 2007 bersamaan dengan ulang tahun Amerika di awal bulan Juli, Fox akhirnya merelease Die Hard ke 4.

Isu mengenai akan dibuatnya sequel ketiga Die Hard sudah santer terdengar di tahun 2000. Namun, akibat berbagai kendala, sequel tersebut baru terwujud di tahun 2007 ini. John McClane tentu saja tetap diperankan oleh Bruce Willis yang kali ini didampingi oleh Justin Long (Herbie Fully Loaded) yang memerankan Matt Farrell. Si gembong teroris Thomas Gabriel diperankan oleh Timothy Olyphant (Catch & Release), sang femme fatale, Mai, oleh Maggie Q (M:I-iii), sedangkan puteri McClane, Lucy, diperankan oleh si cantik Mary Elizabeth Winstead (Final Destination 3). Didukung pula oleh Cliff Curtis (Collateral Damage) sebagai petinggi FBI, Bowden, serta sineas Kevin Smith (Catch & Release) sebagai Warlock, sang master hacker.

Penyutradaraan kali ini dipercayakan kepada Len Wiseman, sutradara muda yang terangkat namanya lewat dwilogi Underworld. Wiseman pun menampilkan adegan-adegan spektakuler seperti saat McClane mengebutkan truk trailer yang dihujani misil dari pesawat F-35 dan menghancurkan sebuah jembatan layang. Atau, ketika McClane mengebutkan mobil polisi demi merontokkan sebuah helikopter. Dan memang seperti diketahui bahwa Willis sendiri yang memilih Len Wiseman sebagai sutradara dalam Die Hard ini karena kekaguman Willis dalam film Underworld Evolution yg disutradarai oleh Wiseman. Bahkan Willlis sempat mengatakan kalau Die Hard ini akan rusak kalau ditangani oleh Michael Bay

Inti cerita masih sama dengan film Die Hard sebelumnya, dimana John McLane (Bruce Willis) terjebak dalam situasi dimana seharunya dirinya tidak berada. Setelah mengabdi pada negaranya selama 30 tahun, mungkin bagi McClane inilah saat dia harus pensiun. Namun, keterpurukan karir dan kehidupannya membuat dia tetap pada pekerjaannya sebagai detektif kelas rendahan di New York. Dia menjadi sangat jauh dengan anaknya setelah dia bercerai dengan istrinya. Suatu saat, McClane diutus untuk menangkap hacker hitam musuh FBI yang memporak porandakan sistem IT negara.


McClane mau saja, karena ini pasti tugas berat dan hanya dia yang mampu mengatasinya. Matt Farell adalah hacker malang itu. Dia dituding merencanakan sebuah aksi luar biasa yang melumpuhkan kekuatan IT negara yang berhubungan dengan keamanan politik serta perekonomian Amerika, karena di era teknologi ini, semua hal berbasis komputer dan IT.

Adalah Thomas Gabriel (Timothy Oliphant) dan komplotannya yang melakukan sabotase dengan menjebol sistem komputer keamanan Amerika tersebut. Perbuatan Thomas Gabriel membuat pihak pemerintah Amerika kelimpungan. Bagaimana tidak, Gabriel berhasil menyusup menjebol sistem komputer mulai dari pengaturan sistem lalu lintas, pendistribusian listrik dan air, bahkan yang paling parah sistem komputer yang mengatur jadwal penerbangan serta sistem komputerisasi di badan-badan pemerintahan Amerika berhasil dilumpuhkan oleh gerombolan Thomas Gabriel.

John Mclane yang seharusnya hanya bertugas mengantarkan Matt Farrell menuju gedung FBI menjadi panjang urusannya ketika secara tak sengaja harus berurusan dengan gerombolan Thomas Gabriel. Bahkan John Mclane yang telah memiliki putri remaja, Lucy Mclane (Mary Elizabeth Winstead) ikut terlibat dalam situasi yang sangat pelik tersebut.


Live Free or Die Hard dapat dijamin memberikan aksi laga yang benar-benar memukau kepada penonton. Mulai dari adegan bagaimana mobil menabrak helikopter sampai adegan antara pesawat Jet tempur harus melawan sebuah truk kontainer. Semuanya itu dihadirkan oleh sutradara Len Wiseman untuk mempertahankan citra film Die Hard yang sarat dengan adegan laga.



Mereka yang terlibat dalam film ini pun bermain secara luar biasa untuk menghidupkan film ini. Timothy Olyphant mungkin tidak bisa menyamai karisma dari Alan Rickman sebagai Hans Gruber maupun karakter Simon di Die Hard 1 dan 3, tetapi ia tetap tampil meyakinkan dengan pesonanya sendiri. Tokoh penjahat disini tidak ditampilkan dengan dandan dan karakter yang bengis dan brutal. Justru sebaliknya, perlente, smart, dan ganteng. Karakter ini pula yang berhasil dan dengan mudah dibangun alasanya mengapa dia menjadi jahat, lagi-lagi cara ini halus dan berhasil. Justin Long pada awalnya ditampilkan sebagai beban dalam cerita - tetapi seiring bergeraknya cerita, ia juga memiliki kekhasannya sendiri dan mampu bekerja sama dengan baik dengan Bruce Willis di film ini. Pada akhirnya, dua gadis cantik yang masuk dalam film ini: Maggie Q dan Mary Elizabeth Winstead juga tidak sekedar dijadikan tempelan pemuas nafsu para pria tapi membawa kontribusi maksimal mereka dalam cerita. Saya harap sih peran Winstead di Die Hard berikutnya lebih diperbesar. Karakter Lucy McLane dalam film ini dapat dikatakan cukup bagus. Kehadiran anak John Mclane dapat dikatakan menamah seru bumbu dalam film, terlebih digambarkan karakter Lucy yang mempunyai nyali mirip seperti John Mclane walaupun perempuan.

Dari segi cerita, harusnya film ini lebih baik dari 3 film sebelumnya (Die Hard, Die Hard 2: Die Harder, Die Hard: With A Vengeance) karena diceritakan bahwa John McClane disini sebagai orang yang gaptek (gagap teknologi) dan tidak mengerti apapun mengenai komputer. Hal ini secara cerdas ditunjukkan melalui beberapa adegan seperti adegan di rumah Warlock, kawan dari Farrel. Bagaimana seorang hacker dengan tegas menyatakan tidak percaya terhadap berita karena menurutnya berita adalah rekayasa korporasi media saja. Lalu bagaimana parodi John McClaine atas sebuah fenomena "tradisional VS modern" . Hal inilah yang membuat unik film ini karena beberapa adegan yang menunjukkan kegagapan McClane menjadi sebuah adegan komedi yang mampu memancing tawa penonton.  Semua banyak sekali ditemukan dibeberapa adegan yang dijelaskan dengan halus namun mengena. Namun, Bruce Willis membuktikan bahwa dia masih bisa menjadi jagoan negara di usia uzurnya, dan aksi-aksi berbahaya yang luar biasa.

Senin, 09 April 2007

300

Cast: Gerard Butler, Lena Headey, David Wenham, Vincent Regan, Rodrigo Santoro
Director: Zack Snyder
Writers : Frank Miller
Produksi: Warner Bros
Release Date: 9 Maret 2007


Berlatar 400 tahun sebelum masehi di mana ketika itu terdapat kerajaan kota Sparta. Di Sparta setiap anak lelaki dilahirkan untuk menjadi prajurit. Sejak lahir bayi-bayi laki-laki diperiksa apakah sehat dan normal atau tidak. Jika tidak normal maka akan disingkirkan. Karena hanya bayi laki-laki normal yang akan dibesarkan dan dilatih menjadi prajurit yang siap bertarung. Setelah anak-anak laki-laki itu berumur 7 tahun, mereka dikirim untuk bertempur dan “belajar” membiasakan diri berjuang mempertahankan dirinya. Tidak boleh ada tangis, keluhan yang pantas diucap atau bahkan diperlihatkan bagi semua kaum Sparta, termasuk dari kaum wanita.

Leonidas raja dari Sparta ini pun dulunya pernah mengalami “pendidikan” tersebut. Sewaktu ia berumur 7 tahun ia pun harus dibawa meninggalkan kampung halamannya kemudian ditinggalkan begitu saja di hutan bebas untuk belajar “survive” dari berbagai tantangan tanpa adanya bantuan sama sekali dari keluarganya. Jika kemudian ia berhasil bertahan hidup dan berhasil juga untuk pulang merupakan suatu kebanggaan dan layak menjadi prajurit Sparta yang sesungguhnya. Namun, jika tidak berhasil, berarti memang ia tidak layak menjadi prajurit Sparta.

Suatu ketika muncul utusan dari pasukan Persia yang datang dan menyampaikan pesan dari Raja Xerxes. Dalam adegan itu terdapat dialog yang menarik. Leonidas bertanya “Before you speak, Persian, know that in Sparta, everyone, even a king’s messenger, is responsible for the words of his voice. Now…what message do you bring?”. Utusan persia tersebut menjawab “Earth and water”.Terkejut dengan jawaban utusan Persia tersebut Leonidas menyela “You rode all the way from Persia for earth and water?” Kemudian Ratu Gorgo berkomentar “Do not be coy or stupid, Persian. You can afford neither in Sparta”.Karena tersinggung oleh ucapan Ratu Gorgo, utusan Persia itu bertanya“What makes this woman think she can speak among men?”Yang kemudian dijawab oleh ratu Gorgo” Because only Spartan women give birth to real men”

Di dialog tersebut terlihat bahwa Sparta tidaklah mau menyerah begitu saja. Leonidas juga tersinggung karena pertanyaan Utusan Persia tersebut yang mempertanyakan ucapan Ratu Gorgo pada dialog Leonidas dan Utusan Persia tersebut. Akhirnya “This is Sparta!!” teriak Leonidas sambil menendang utusan tersebut ke sumur yang sangat dalam beserta dengan pengikut-pengikutnya yang lain.

Walau menentang usulan Xerxes untuk menyerah Leonidas tidaklah bodoh. Dia sudah memikirkan untuk menyerang Persia di satu titik sebelum sampai di kota Sparta. Karena saat itu ada suatu keharusan bagi seorang raja yang akan berperang untuk pergi meminta restu dari Ephor, turunan manusia yang dianggap lebih istimewa ketimbang manusia biasa, termasuk seorang raja. Leonidas menghadap Ephor untuk meminta restu berperang. Ephor ini tinggal di suatu pegunungan, dan untuk mencapainya Leonidas perlu mendaki pegunungan yang memiliki tebing yang cukup terjal. Ada hal aneh dalam meminta restu dari para Ephor. Leonidas harus memberikan banyak emas dan wanita muda, cantik yang akan dijadikan “Oracle” atau pembawa pesan dari para dewa. Adegan Oracle yang dimasuki oleh para dewa ini cukup eksotis. Dan satu hal yang bisa membuat rating film menjadi Restricted bahkan NC-17.Setelah menjadi perantara pesan “Oracle” ini nantinya akan menjadi “santapan” bagi para Ephor yang bernafsu besar.

Ternyata berdasarkan pesan lewat Oracle, Leonides tak boleh memberikan perlawanan sedikit pun, bahkan ia malah harus menjalankan perayaan ritual Sparta tiap tahunnya di saat Persia akan menyerang. Tentu saja Leonidas tidak setuju dengan hal tersebut. Leonidas malah mengumpulkan pasukan terbaik dari Sparta sejumlah 300 orang. Hal ini dilakukan Leonidas yang akan menyerang pasukan Persia di balik dinding batu di sebuah pegunungan.


Leonidas menggunakan strategi dengan menggunakan tembok yang tinggi dan kuat untuk melindungi pasukannya. Peperangan pun dimulai. Pasukan Sparta yang berpakaian sangat minim ini terlihat begitu dominan. Pasukan Persia dibuat tak berdaya dan dibantai habis dalam setiap pertempurannya. Tak ada satupun pasukan persia yang masih dapat bertahan hidup. Slogan “no Mercy” dan No Prisoner” benar-benar dipakai oleh para pasukan Sparta tersebut. Adegan perang yang ditampilkan dalam film ini sangatlah sadis. Adegan saling tebas baik terhadap kepala atau badan musuh ditampilkan.

Pada awalnya Leonidas dan pasukannya tak sedikitpun mengalami kekalahan. Bahkan tak ada korban satupun dari pihak Sparta. Berbagai jenis pasukan dari seluruh penjuru Asia yang dikerahkan Xerxes belum ada yang mampu menaklukkan Leonidas.
Sampai pada akhirnya pun Xerxes mengunjungi Leonides dan menawarkan suatu “kerjasama”. Menjadikan Leonides sebagai penguasa seluruh Yunani namun ia harus menyerah pada Xerxes. Tawaran yang pastinya ditolak.


Sementara Leonidas bertempur, Ratu Gorgo berjuang untuk meyakinkan dewan Sparta untuk mengirimkan bala bantuan. Perjuangan untuk meminta bantuan ke dwan ini juga tidak mudah. Ada hal tertentu yang diminta salah satu anggota dewan untuk memuluskan rencana Ratu Gorgo. Namun sayang ternyata dalam dewan maupun di medan laga ada pengkhianat yang merugikan Leonidas. Sudah barang tentu hal ini menyulitkan Leonidas dalam mengakhiri perang dengan kemenangan. Mengenai ending film sepertinya sudah banyak yang mengetahuinya. Jadi tidak perlu diungkap lagi.


Jika dilihat-lihat film ini seperti paduan film trilogi Lord of The Ring, Kingdom of Heaven dan Troy. Hanya saja dalam film ini lebih menitikberatkan pada perangnya. Hal ini membuat adrenalin penonton bisa lebih terpacu. Film 300 ini dibuat dengan setting 400 tahun sebelum masehi didataran Yunani ini tidak banyak menggunakan set langsung di alam. Sangat banyak penggunaan blue screen dalam pembuatannya untuk memberi nuansa komik. Kalau sebelumnya anda pernah nonton Sky Captain and the World of Tomorrow (Jude Law, Gwyneth Paltrow dan Angelina Jolie) yang memakai blue screen juga, nuansa latar-nya hampir sama yaitu kurang alami.


Spesial efeck yang ditampilkan lumayan bagus. Adegan peperangan yang berlangsung sering ditampilkan dengan gerakan slowmotion yang membuat film ini jadi dramatis dan membuat adegan terlihat lebih detil. Sound efek yang mengelegar di sepanjang film pun menjadi salah satu faktor yang membuat adegan perang film ini menjadi semakin seru. sementara itu nuansa sephia mendominasi pada warna yang ditampilkan di film. Hal yang menambah suasana kelam dalam film ini.

Di balik megahnya film ini, ada kontroversi mengenai cerita dalam film ini. Ada dugaan bahwa terdapat muatan politis dalam cerita kekejaman bangsa Turki. Di film 300 ini memang ada penggambaran bahwa bangsa Persia adalah bangsa yang sadis. Bahkan katanya di Iran film ini dilarang, karena bangsa Iran sekarang adalah keturunan bangsa Persia.

Kemudian dari beberapa sumber yang pernah saya baca sepertinya bangsa Sparta dahulu belum kenal namanya demokrasi tetapi ada semacam dewan legislatif di film ini. Sparta yang pernah saya baca adalah bangsa yang sangat kejam juga dan militeristik jadi tidak kenal demokrasi.
 
Gabungan warna sephia plus adegan slow motion ketika pasukan Sparta menghunus tombaknya ke arah badak raksasa yang melaju membuat kita ikut menahan napas. Begitu pula adegan breathtaking saat hujaman jutaan panah milik pasukan Xerxes menutupi langit.

Sutradara muda Zack Snyder mungkin, mendapat kredit setelah menggarap "Dawn of the Dead". Tapi, mesin film ini tetap dipegang Miller, si kreator "Dark Night" dan "Sin City". Seolah, Miller menemukan gaya baru dalam menggarap film epik haus darah melalui teknik computer generated-nya.

Menurut para pengamat politik, film 300 termasuk agenda yang sudah diperhitungkan sejak jauh hari untuk mencoreng wajah Iran yang memiliki peradaban yang sangat tua. Sejarah peradaban Iran lebih dahulu muncul beberapa abad sebelum peradaban Eropa. Iran merupakan bangsa yang pertama kali mendirikan imperium di dunia. Pada saat itu, bangsa Iran berkuasa di berbagai kawasan yang meliputi Mesir hingga India, dan melintasi Teluk Persia hingga Yunani.

Selama 500 tahun, dinasti Achaemenian mempersembahkan berbagai karya besar untuk umat manusia. Instansi pos, bendungan air, kanal-kanal perairan dan jalur transportasi yang panjang adalah di antara inovasi dinasti ini. Pionir peradaban Achaemenian adalah seorang pendekar bernama Cyrus. Dalam sejarah, Cyrus juga tercatat sebagai pembebas kaum Yahudi dari kezaliman bangsa Babilonia. Pada 2500 tahun yang lalu, salah satu raja dinasti Achaemenian bernama Darius juga menguasai Terusan Suez.

Pasukan Abadi Persia yang lebih mirip dengan ninja. hal ini sangat berbeda sekali dengan sejarah dimana pasukan elit persia adalah memakai jubah berwarna ungu dengan perlindungan topi emas di kepalanya.

Dinasti Achaemenian pada akhirnya terpecah-belah setelah datangnya serangan dari Alexander Macedonia. Alexander berambisi untuk menguasai dunia, termasuk Iran, sehingga dia melakukan serangkaian ekspedisi perang ke berbagai wilayah. Alexander Macedonia menyerang Iran dengan membakar Istana Persepolis, yang merupakan simbol peradaban dunia zaman itu. Puing-puing istana itu hingga kini masih ada di Shiraz, selatan Iran. Kini, 25 abad telah berlalu sejak serangan Alexander dan Barat sebagai penerus ambisi Alexander kembali menggelar perang terhadap Iran melalui berbagai cara, termasuk melalui perangkat canggih Hollywood.

Kekaisaran Iran digambarkan sebagai Kekaisaran yang tirani dan arogansi dengan makhluk-makhluk buas yang mendukung kemiliterannya.


Dalam film 300 ini, Barat tak mempedulikan hasil riset-riset yang aksiomatis dalam sejarah. Film ini juga melupakan gaya hidup dan bentuk pakaian bangsa Iran. Dalam film ini, Khashayar Shah digambarkan mirip dengan orang-orang Afrika dan India. Perlu diketahui juga, kekerasan merupakan bagian dari perang. Untuk itu, sebuah peradaban tak bisa dilecehkan karena melakukan kekerasan dalam peperangan. Jika kita menengok sejarah Yunani kuno dan imperium Romawi, terdapat ribuan tragedi terkait pembunuhan massal, pembakaran hidup-hidup, dan kejahatan-kejahatan perang lainnya. Sejak 20 abad lalu hingga kini, nama raja-raja Romawi kuno seperti Nero dan Caligula tercatat dalam sejarah sebagai penguasa yang paling sadis dan peminum darah. Dinasti Sparta yang dibanggakan dalam film 300 ini malah justru tercatat sebagai pelaksana sistem arogansi, hegemoni, serta pelaku perang.

Tentu saja, pernyataan tadi bukan berarti membenarkan peperangan, melainkan untuk sekedar memberitahukan hakikat asli Dinasti Sparta yang diagungkan dalam film ini. Sementara itu, bangsa Iran beberapa abad setelah peperangan ini, akhirnya menjalani kehidupan baru dengan menerima ajaran Islam. Setelah menerima Islam, peradaban Iran semakin maju dengan munculnya perkembangan pesat di pelbagai bidang ilmu, sosial, dan politik.

Dalam menanggapi berbagai kritik terhadap film ini, pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan film ini menyatakan, “Film ini menggambarkan perang antara bangsa Iran dan Sparta dipoles dengan data yang infaktual dan fiktif.” Namun, karena film ini telah mempermainkan identitas sejarah sebuah bangsa, film ini jelas telah melanggar etika dan menyinggung perasaan bangsa Iran. Tak heran bila kemudian muncul gelombang protes terhadap film ini dari bangsa Iran, baik yang tinggal di Iran maupun di luar negeri. Orang-orang Iran, dari berbagai agama, mazhab, dan haluan politik bersama-sama membela bangsa mereka yang telah dilecehkan oleh film ini.

Hollywood sebagai perusahaan film terbesar AS yang sekaligus representasi dari ambisi politik Washington di dunia perfilman, berusaha keras mencoreng peradaban besar Iran dan membangun opini umum dunia guna menyudutkan bangsa Iran. Hingga kini, meski telah dikritik banyak pihak, Washington masih tetap bersikeras pada kebijakan anti-Iran-nya itu. Sebagian pengamat politik menilai, niat AS untuk menyerang Iran seperti yang dilakukan Alexander di masa lalu, harus didahului dengan membangun opini terlebih dahulu. Untuk itulah, Hollywood sebagai alat politik Washington, memainkan perannya dalam mencoreng wajah bangsa Iran yang cinta perdamaian.

Terlepas dari segala kritikan teknis dan sejarah terhadap film ini, yang jelas, keagungan peradaban Iran sama sekali tak akan tergoyahkan oleh pembuatan film semacam ini. Sejarah manusia sangat berhutang budi kepada berbagai peradaban unggul, seperti peradaban Iran Islami, Yunani, Cina, dan Mesir. Di samping itu, kelanggengan peradaban manusia saling terkait erat dengan peradaban lainnya. Tak diragukan lagi, kritikan terhadap film ini tak hanya untuk membela bangsa Iran, tapi juga bisa dikatakan sebagai bentuk reaksi logis terhadap penyimpangan sejarah yang berkali-kali dilakukan oleh Hollywood demi menjaga interes Gedung Putih, karena Iran bukanlah satu-satunya korban dari pelecehan Hollywood.

Film 300 ini mulai dipromosikan di situs-situs sinema sejak akhir tahun 2006 dan dirilis pertama kali pada tanggal 9 Maret 2007. Dalam promosi film tersebut dikomentari bahwa penonton film ini akan melihat wajah lain bangsa Iran. Bangsa Iran cukup sensitif ketika melihat cuplikan-cuplikan film 300 yang ditayangkan untuk mempromosikan film tersebut, dan kini setelah film itu ditayangkan secara umum, mereka pun telah menangkap jelas tendensi di balik pembuatan film tersebut. Film 300 yang diproduksi oleh Warner Bross merupakan serangan yang tidak jantan dan pendeskriditan terhadap peradaban dan sejarah Iran.


Film ini mengambil latar belakang pertempuran Thermopylae, di mana Raja Leonidas mengerahkan 300 pasukan untuk menghadapi pasukan kolosal Raja Khashayar Shah. Namun pada akhirnya, pintu-pintu gerbang kota dapat dijebol oleh pasukan Iran dan kemudian pasukan Yunani mengalami kekalahan. Film ini mengangkat catatan dari Herodotus yang menyatakan, perlawanan selama tiga hari pasukan Spartan melawan pasukan Iran telah menimbulkan persatuan bangsa Yunani dan pembentukan pemerintahan demokratis.

Namun, pernyataan ini dibantah oleh Touraj Daryaee, seorang profesor Sejarah Kuno dari Universitas California. Dalam film ini orang-orang Sparta digambarkan sebagai pecinta demokrasi dan anti perbudakan. Padahal, sejarah menyebutkan, Dinasti Achaemenian di Iran mempekerjakan dan membayar para pekerja, tanpa memperdulikan etnik maupun jenis kelamin. Sebaliknya, pada zaman yang sama, hanya 14 persen orang-orang Yunani yang berpartisipasi dalan pemerintahan yang demokratis. Bahkan, pada saat itu, hampir 37% populasi Yunani adalah budak. Menurut Touraj Daryaee, Sparta adalah kerajaan militer, bukan pemerintahan demokratis dan bahkan memiliki sistem perbudakan.

Sutradara film 300, Zack Snyder, mengoptimalkan spesial efek yang luar biasa dalam film ini. Dengan melibatkan aktor-aktor nyata, bukan animasi, Snyder mampu memoles tayangan pertempuran dalam film tersebut sehingga terkesan seperti pertempuran yang nyata. Padahal, tayangan tersebut adalah hasil kombinasi permainan efek dengan latar belakang gambar-gambar. Namun demikian, para pengamat film tetap menilai negatif film tersebut dan sebagian menyebutnya sebagai film ala video game. Dalam film tersebut, pasukan Iran digambarkan seperti makhluk aneh dan juga dikesankan seperti robot yang tak berakal, yang tugasnya hanya membunuh manusia. Sebaliknya pasukan Yunani digambarkan sebagai pasukan yang cerdas.



Seorang kritikus film di koran New York Times menulis, Film 300 merupakan film yang bisa disetarakan dengan film Apocalypto yang disutradarai oleh Mel Gibson. Akan tetapi film 300 lebih konyol dua kali lipat dibanding film Apocalypto. Film ini cenderung menekankan penampilan luar. Dalam bagian film yang tak ada pertempuran dan pertumpahan darah, tubuh dan pakaian perang pasukan Yunani dan perhiasan-perhiasan pasukan Iran ditampilkan secara konyol.

Semakin jauh menyaksikan flm 300, akan kian nampak tendensi di balik pembuatan film ini. Koran Washinton Post menyebutkan, “Film 300 dikonsumsikan untuk penonton yang nalarnya rendah, bahkan dalam film itu sama sekali tak dijelaskan urgensi pengorbanan untuk menyelamatkan Thermopylae dan juga tak ada sedikitpun ulasan soal kekalahan telak Yunani dalam menghadapi bangsa Iran. Bagian film lainnya juga menampilkan parlemen Yunani yang menolak untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada Raja Leonidas melalui serangkaian perdebatan. Hal ini mengingatkan Kongres AS yang menolak kebijkan Presiden AS, George W Bush soal perang Irak.”
 


Seorang warga Iran setelah menonton film 300 menuliskan komentarnya di weblog pribadinya. Dia mengatakan, “Tanpa mempedulikan pemeranan karakter yang lemah dalam film ini, tema yang diangkat dalam film ini berkisar soal kebebasan dan perbudakan. Film itu juga menceritakan bahwa pasukan Iran menyerang Yunani untuk menjadikan bangsa Spartan sebagai budak dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan dunia adalah dengan kemenangan bangsa Yunani. Ini mirip klaim yang digembar-gemborkan oleh AS dan sejumlah negara-negara arogan dunia. Di tengah-tengah upaya Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil, film tak bernilai semacam ini telah dirilis secara sengaja untuk mendiskreditkan bangsa Iran. Hal ini juga berkali-kali telah dilakukan oleh Hollywood dalam kondisi-kondisi sensitif, seperti film ‘Alexander’ yang sengaja dikemas untuk mengucilkan Iran.”

Pemerintah Iran sendiri secara resmi melalui Lembaga Budaya Republik Islam Iran telah meminta UNESCO untuk menindak dan melarang penayangan film 300 yang bertendensi mendeskriditkan peradaban dan sejarah bangsa Iran. Lembaga ini secara tegas menyatakan, “Dengan memperhatikan piagam UNESCO yang mengecam kebencian dan pertentangan, dan juga mengingat UNESCO sebagai pihak yang bertugas melindungi peninggalan kebudayaan dunia, maka lembaga internasional ini harus mengeluarkan reaksi terkait masalah ini.”

Warga Iran di seluruh dunia juga menggalang penandatanganan petisi online untuk memprotes penayangan film 300. Sebuah situs khusus juga dibuat untuk menampung kritikan para penonton film ini yang memprotes film tersebut. Hingga kini sudah banyak pihak yang membubuhkan tanda tangan sebagai aksi protes. Surat protes terbuka ini sengaja dimuat di situs ini dalam rangka mengecam arogansi Hollywood, dan langkah ini kian mendapat sambutan dari hari ke hari. Salah satu penggagas situs ini mengatakan, “Problema utama dalam film 300 adalah bahwa bangsa Iran dalam film ini digambarkan secara tidak realistis, dan sebuah bangsa besar dan beradab telah dikesankan negatif. Hal ini sama sekali tak bisa diterima.”

Propaganda yang dikemas dengan data bohong dan tendensius ini merupakan politik Barat dalam rangka menyudutkan bangsa Iran. Sangatlah jelas bahwa pencorengan terhadap nama baik bangsa Iran di mata dunia dan justifikasi atas politik perang Washington adalah tujuan di balik pembuatan film 300. Namun bagi orang yang mengenal peradaban agung Iran, pembuatan film semacam ini sama sekali tak mengurangi penghargaan mereka terhadap peradaban tinggi bangsa Iran.

Senin, 08 Januari 2007

Apocalypto

Cast: Dalia Hernandez, Mayra Serbulo, Gerardo Taracena, Raoul Trujillo, Rudy Youngblood
Director: Mel Gibson
Writers: Mel Gibson, Farhad Safinia
Release Date: 8 December 2006

Jika dipikir secara logika, suku Indianlah penemu benua Amerika. Suku Indian yang disangka bangsa India oleh Colombus berasal dari Asia. Lebih dari 20.000 tahun lalu, mereka menemukan daratan Amerika ketika mengikuti hewan buruan menyebrangi jembatan darat Bering (Selat Bering) ke Alaska.Dalam sejarahnya, daratan Asia dan Amerika merupakan kesatuan dan belum tepisah oleh lautan dalam. Selat Bering, dahulu, merupakan tanah genting dan kini menjadi pemisah antara Asia dan Amerika.Suku tersebut mendirikan peradaban selama ribuan tahun. Mereka hidup dengan berburu, meramu, dan mendirikan membangun rumah yang disebut pueblo. Kehidupan mereka sangat misterius dan tersembunyi dari masyarakat dunia luar. Mulai kepercayaan mistis yang harus mengorbankan manusia lain hingga perilaku kanibalisme.

Contohnya, dalam film ini. Digambarkan kehidupan bangsa kuno Amerika di daerah Yukatan, Meksiko, selama periode runtuhnya peradaban bangsa Maya. Masa ini adalah ketika Colombus belum menginjakan kakinya di daratan Amerika.

Di film ini, kita dapat melihat ras asli bangsa Amerika yang sangat mirip orang Asia. Para pemain merupakan orang-orang Meksiko dan masyarakat keturunan orang Amerika asli. Mereka menggunakan dialog Yucatec Maya, salah satu dari tiga bahasa asli bangsa Maya.

Dalam 'Apocalypto', lagi-lagi Mel Gibson memilih untuk mengarahkan filmnya dalam bahasa asing, setelah 'Passion of The Christ' (2004). Kali ini berlokasi di pedalaman Amerika Selatan, tepatnya di ujung era peradaban suku Maya.




Jaguar Paw (diperankan oleh Rudi Youngblood) adalah salah seorang anggota suku Maya yang tinggal di tengah hutan lebat. Kegiatannya sehari-hari adalah berburu binatang hutan bersama teman-teman dan kepala suku yang sekaligus adalah ayahnya, Flint Sky (diperankan oleh Morris Birdvellowhead ) Suku mereka adalah suku yang ramah dan tidak berniat menyerang atau menguasai suku apapun. Mereka hidup dengan damai beserta keluarga mereka.

Ketika mereka sedang berburu di hutan sambil bercanda, secara tidak sengaja mereka bertemu dengan sekelompok suku lain yang sepertinya sedang dalam perjalanan untuk mengungsi dari tempat lama mereka, karena para istri dan anak-anak juga dibawa serta. Mereka mengatakan tentang adanya sekelompok suku kejam yang telah menghancurkan perkampungan mereka. Jadi mereka harus melarikan diri sebelum ditemukan. Mereka juga menyuruh agar suku Jaguar Paw segera pergi dari pemukiman mereka sekarang.

Tapi Jaguar Paw dan sukunya tidak percaya dengan hal itu. Mereka tidak melihat ada hal apapun yang membahayakan tempat tinggal mereka sebelumnya. Maka mereka pulang sambil membawa hasil buruan mereka. Menemui istri dan anak-anak mereka sambil bercanda seperti biasanya.

Tapi ternyata, suku jahat itu memang ada. Jaguar Paw tersadar keesokan harinya, bahwa ada orang yang sedang mengintai pemukiman mereka. Samar-samar is melihat bayangan-bayangan yang menyelinap di antara pepohonan. Dan instingnya mengatakan hal ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. 

Dengan terburu-buru dia membangunkan istrinya, Seven (diperankan oleh Dalia Hernandez yang sedang hamil besar beserta putra sulungnya, Turtles Run, yang masih balita. Ia menyuruh mereka masuk ke sebuah sumur besar yang sudah kering tidak jauh dari rumah mereka. Ia menurunkan mereka berdua dengan terburu-buru menggunakan tali. Dan bahkan sebelum anak dan istrinya sampai di dasar sumur, kampungnya telah diserang oleh kawanan jahat yang dipimpin oleh Zero Wolf (diperankan oleh Roul Trujilo)


Setelah meninggalkan istri dan anaknya di dalam sumur, Jaguar Paw segera berlari kembali untuk membantu teman-temannya yang melawan para penyerang itu. Tapi ternyata kekuatan mereka tidak seimbang. Suku Jaguar Paw bukanlah jenis suku yang terlatih untuk berperang. Senjata yang mereka miliki hanyalah tombak kayu untuk berburu. Sementara suku jahat itu memiliki berbagai senjata dari besi. Maka dalam sekejab saja, suku mereka kalah. 


Semua perempuan diperkosa lalu dibunuh. Hanya beberapa saja dari mereka yang tidak dibunuh. Semua pria dewasa ditawan dan diikat, termasuk Jaguar Paw. Ia memandang sekilas ke arah sumur tempat istri dan anaknya bersembunyi, sebelum mereka semua dibariskan dengan cara diikat pada leher dan dipaksa berjalan.

Perjalanan yang mereka tempuh sangat berat. Ditambah lagi posisi mereka yang terikat satu sama lain. Tepat di leher. Jadi, kalau ada salah seorang diantara mereka yang berjalan terlalu lambat atau terjatuh, maka itu akan mengakibatkan mereka semua tercekik. Maka mereka harus saling membantu kalau ada yang terjatuh agar bisa tetap selamat. Belum lagi kalau mereka dicambuk karena dianggap berjalan terlalu lambat.

Akhirnya, mereka sampai ke tujuan. Ternyata, suku jahat itu membawa mereka ke sebuah suku yang lebih besar dan lebih maju lagi. Suku ini sudah mengenal pakaian dan peralatan logam. Mereka memuja dewa matahari yang diberi nama Kukulkan. Sang Raja berada di puncak sebuah pyramid batu yang bertangga-tangga. Lengkap dengan permaisuri dan putra mahkotanya. Dan ternyata suku baru ini lebih kejam lagi. 


Mereka memberikan korban manusia untuk menyenangkan dewa matahari. Pria-pria muda dipenggal di atas pyramid, lalu kepalanya dilemparkan ke bawah. Dimana ribuan orang sudah menunggu untuk menangkap kepala yang menggelinding itu. Ibu-ibu membawa bayi mereka lalu menunggu di ujung terbawah pyramid. Mengambil darah yang menetes dari kepala-kepala yang terpenggal itu, lalu mengoleskannya di kening bayi-bayi mereka.


Mereka menganggap mayat-mayat itu sebagai persembahan suci yang sudah diberkati dewa matahari. Dengan menumpahkan darah seperti itu, mereka berharap dewa matahari tetap berbaik hati kepada mereka.

Dan ternyata, suku jahat yang menyerang pemukiman Jaguar Paw adalah suku yang mencari budak-budak untuk dijual kepada suku pemuja matahari ini. Raja akan membayar untuk setiap orang yang mereka bawa untuk dipenggal dan dipersembahkan. Sementara perempuan-perempuan akan diperdagangkan di pasar untuk dijual sebagai budak.

Dua orang temannya sudah tewas terpenggal terlebih dahulu, sebelum akhirnya tibalah giliran Jaguar Paw untuk naik ke altar penyembahan. Dia melihat dari dekat sosok pendeta pemenggal yang berlumuran darah kering dan memegang pisau besar. Dia juga melihat raja dan ratu yang memandang bosan pada ritual pembunuhan itu. Dan ia melihat si putra mahkota kecil yang memandang dengan gembira sekaligus kejam ke arah calon korban persembahan itu.

Pada saat itulah Jaguar Paw teringat pada istri dan anakknya yang masih berada di dalam sumur di dekat perkampungan mereka dulu. Dia sangat sedih membayangkan mereka akan mati karena kelaparan disana, dan tidak menyadari kalau Jaguar Paw sudah tewas terpenggal. Dia berdoa agar masih diberikan kesempatan hidup dan selamat dari suku biadab ini. Tiba-tiba, terjadilah gerhana matahari. Suku ini belum mengetahui tentang fenomena alam ini sebelumnya. Mereka menganggap kalau gerhana matahari ini adalah pertanda kalau dewa matahari sudah merasa cukup dengan korban persembahan mereka. Maka Jaguar Paw pun tidak jadi dipenggal dan dikembalikan ke suku yang telah menawannya.

Zero Wolf kemudian memutuskan untuk membunuh mereka yang tersisa. Tapi mereka ingin bermain-main dulu, sebelum membunuh mereka. Jaguar Paw dan teman-temannya kemudian dibawa ke tepi hutan, lalu disuruh berlari untuk menyelamatkan diri. Sementara itu, mereka akan memanah atau menghujani mereka dengan tombak. Dan ada anak kepala suku, Cut Rock (diperankan oleh Ricardo Diaz Mendoza) ditempatkan untuk menjaga di ujung yang lain, kalau-kalau ada yang lolos dari panah mereka. Ia kemudian ditugaskan untuk membunuh mereka sebelum sampai ke tepi hutan.

Dua orang pertama yang disuruh berlari kemudian jatuh karena tertombak. Kemudian tibalah giliran Jaguar Paw dan seorang temannya. Mereka berusaha menghindari tombak dengan cara berlari secara zig-zag. Mereka sudah hampir sampai di ujung, ketika tiba-tiba sebuah tombak melayang dan mengenai bagian perut Jaguar Paw. Tapi ia tidak tewas. Ketika anak kepala suku mendekat untuk membunuhnya. Jaguar Paw berhasil menikamnya terlebih dahulu, lalu segera berlari ke dalam hutan. 


Si kepala suku sangat marah karena putranya terbunuh. Mereka kemudian menyusul Jaguar Paw ke dalam hutan untuk memburu dan membunuhnya. Jaguar Paw yang terluka berlari dengan napas tersengal-sengal, mencoba untuk mencari tempat persembunyian. Karena ia sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Jaguar Paw kemudian memanjat ke sebuah pohon dan bersembunyi. Gerombolan itu tidak melihat ke atas dan terus berlari melewatinya. Tapi ia tidak menyadari kalau darahnya menetes dan jatuh di punggung salah seorang pemburunya.

Ketika akhirnya mereka berhenti mengejar karena kehilangan jejak, salah seorang dari mereka melihat noda darah di punggung temannya dan segera menyadari kalau Jaguar Paw bersembunyi di atas pohon. Mereka sudah berniat kembali ke arah mereka datang tadi untuk mengecek kembali. Ketika tiba-tiba mereka mendengar langkah orang yang sedang berlari. Dan mereka menebak kalau itu adalah Jaguar Paw yang sedang mencoba melarikan diri. Mereka lalu berusaha mengejarnya dan memotong jalan.

Ternyata Jaguar Paw memang sedang berlari. Tenaganya langsung pulih dan dia berlari seperti orang gila yang ketakutan. Tapi bukan karena suku pemburu itu, melainkan karena ada seekor macan yang sedang mengejarnya dari belakang. Inilah yang tidak diketahui oleh pemburunya. Maka begitu mereka berhasil memotong jalan dan mengejar Jaguar Paw, macan itu berhasil menangkap salah seorang dari mereka dan menggigit lehernya hingga patah. Dengan refleks mereka membunuh macan itu beramai-ramai.

Dan peristiwa ini telah menciutkan nyali sebagian besar kawanan itu. Mereka beranggapan bahwa membunuh macan akan membawa kutukan yang sangat buruk bagi mereka. Ada yang mengusulkan agar mereka berhenti mengejar Jaguar Paw dan kembali saja. Tapi si Zero Wolf begitu marah karena anaknya tewas, tetap memaksa untuk mengejar Jaguar Paw sampai dapat dan mengulitinya hidup-hidup. Maka mereka tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah ketuanya.


Jaguar Paw yang sudah sangat terdesak akhirnya nekat menerjunkan diri di sebuah air terjun dan selamat sampai di bawah. Dia mengira dirinya akan selamat dan mereka akan berhenti mengejarnya. Tapi ia salah. Rasa dendam telah membuat si Zero Wolf memaksa anak buahnya juga terjun untuk mengejar Jaguar Paw. Dan ia pun kembali berlari.


Tapi tiba-tiba dia menyadari kalau mereka tidak akan berhenti mengejarnya. Dan ia tidak bisa melarikan diri selamanya. Akhirnya dia memutuskan untuk melawan mereka. Dia mengenali setiap sudut hutan itu, karena disanalah ia lahir dan tumbuh dewasa. Karena hutan ini sudah termasuk dalam areal pemukiman sukunya. Hal pertama yang ia lakukan adalah melemparkan sebuah sarang lebah yang sangat besar ke arah gerombolan pengejarnya. Lebah-lebah ganas itu segera mengerubungi mereka, tapi Jaguar Paw selamat karena dia melumuri tubuhnya dengan lumpur.

Satu-persatu anggota pemburunya tewas karena Jaguar Paw berhasil membuat mereka tercerai-berai, sehingga pertarungan berjalan dengan seimbang. Sampai akhirnya yang tersisa tinggal si Zero Wolf saja. Pada saat itu hujan deras tiba-tiba turun. Jaguar Paw teringat pada istri dan anaknya yang masih berada di dalam sumur. Dia harus segera mengeluarkan mereka dari sana, karena air hujan akan segera membanjiri sumur itu dan membuat mereka tenggelam.

Ketika Jaguar Paw menemukan letak sumur itu, tiba-tiba si kepala suku muncul dan menombaknya tapi meleset. Maka Jaguar Paw harus melupakan dulu niat untuk menyelamatkan istri dan anaknya dan melarikan diri sambil mencari cara untuk membunuh si Zero Wolf. Karena kalau ia kalah dan tewas, si Zero Wolf pasti akan membunuh istri dan anaknya juga karena ia sudah tahu letak persembunyian mereka. Dan ia akhirnya menemukan cara untuk membunuh si ketua itu.

Dia berlari ke tempat sukunya biasa memasang perangkap untuk menangkap babi hutan. Ia memancing Zero Wolf jahat itu kesana. Jaguar Paw tidak menginjak perangkap itu karena ia mengenali cirri-cirinya. Tapi pemburunya tidak mengetahui hal itu dan terus saja mengejarnya. Dan dia pun tewas dengan tubuh tertancap bambu runcing.

Dengan terburu-buru ia kembali ke sumur tempat istri dan anaknya berada. Air di dalam sumur sudah sangat tinggi, hingga istrinya yang sedang hamil tua itu harus berdiri di atas batu sambil menggendong anak laki-laki mereka di bahunya. Dan pada saat itulah ia melahirkan anak keduanya.

Luar biasa sekali proses pengambilan adegan ini. Bayi itu benar-benar ditunjukkan lahir di dalam air dan dengan refleks menggerak-gerakkan tangannya untuk mengambang, padahal ia masih terhubung dengan tali pusar. Kemudian ibunya mengangkat si bayi tinggi-tinggi, dan pada saat itulah Jaguar Paw datang untuk menolongnya.

Pada bagian akhir cerita ditunjukkan, kalau ternyata Jaguar Paw beserta istri dan kedua anaknya adalah keturunan terakhir yang tersisa dari suku mereka. Para suku jahat itu telah membantai semua anggota suku mereka. Dan ketika Jaguar Paw dan keluarganya berniat pergi dari hutan itu, mereka terkejut melihat sebuah benda yang melayang di atas air. Benda itu ternyata kapal. Dan itulah kapal ekspedisi keempat Christoper Colombus yang sampai ke tempat itu, sekaligus sebagai awal dari masuknya bangsa asing untuk menguasai tempat itu.

Melalui film ini, Mel Gibson seakan ingin membuktikan bahwa film aksi-petualangan yang mendebarkan dapat dilakukan dimana saja, termasuk di tengah lebatnya pepohonan hutan belantara. 'Apocalypto'terasa sangat intens dan menegangkan, terutama dibagian akhir film. Disini, terbukti kecakapan Mel Gibson dalam mengeksekusi sebuah film.

Film sendiri berjalan dalam 3 tahap; tahap pertama adalah pengenalan karakter, tahap kedua ranah konflik dan terakhir adalah adegan pengejaran yang intens tadi sebagai klimaks. Semua ditangani dengan efektif dan Mel Gibson mampu membangun empati penonton terhadap karakter utamanya. Seperti 'BraveHeart' (1995) dan 'Passion of The Christ' (2004), Mel Gibson masih menampilkan banyak adegan yang terasa brutal dan sadis, namun tidak terasa sebagai 'kewajiban' akan tetapi merupakan kebutuhan dari film. Dengan begitu, jelas 'Apocalypto' bukan untuk tontonan setiap orang.

Walau berseting di peradaban Maya, Mel Gibson tampaknya tidak begitu berminat untuk mendokumentasikan mengapa peradaban Maya bisa punah. Walau diawal film ia menegaskan bahwa "all great civilizations fail when they begin to rot from inside". Namun, dengan cukup eksplisit, Mel Gibson memang memperlihatkan demoralisasi yang terjadi di masyarakat Maya pada saat itu. 'Apocalypto' justru berbicara tentang 'kepahlawanan' dan penaklukan rasa takut. Seting MAya seakan memperlihatkan bahwa disetiap jaman dan masyarakat, 'heroisme' diperlukan untuk dapat menaklukan kerasnya hidup.

Mel Gibson juga memilih para pemain yang berasal dari kota Mexiko,penduduk kota Yucatan,atau yang merupakan keturunan asli penduduk Amerika dan Kanada.Hal itu penting bagi sutradara karena karakter-karakter ini harus percaya dengan penduduk pribumi asli Amerika.Beberapa pemain termuda dan tertua yang merupakan suku Maya tidak mengerti bahasa selain bahasa suku Maya dan belum pernah menjumpai bangunan tinggi sebelumnya.

Gibson menjelaskan semua pemain yang bukan aktor sehingga mereka dapat bermain sebagai tokoh tertentu dimana penonton melihat mereka dengan peran pemimpin.Dalam dunia peran,kamu selalu punya banyak pilihan.Kamu dapat memilih peran yang sesuai dengan karaktermu atau yang berlawanan dengan karaktermu.Untuk yang satu ini aku punya kriteria pemilihan pemain berdasarkan arkeolog,memilih peran sesuai dengan tipe,karena logat bahasa dan setting waktu yang tidak dikenal.Untuk pemain tambahan yang dipimpin oleh aktor,beberapa adegan membutuhkan pemain tambahan hingga 700 orang.
Pembuatan film Apocalypto paling sering mengambil tempat di Catemaco,San Andres Tuxtla dan Paso de Ovejas,di provinsi Veracrus Meksiko.Adegan di air terjun diambil di San Andreas Tuxtla,nama air terjun tersebut adalah Salto de Eyipantla.Pengambilan gambar lain yang dilakukan oleh tim kedua dilakukan di El Peten,Guatemala,dan di Inggris.Film ini sebenarnya direncanakan akan dirilis pada 8 Desember 2006,tapi Touscstone Pictures menunda peluncuranya pada 8 Desember 2006.

Saat penayangan perdana, Mel Gibson mengatakan, AS sama seperti peradaban kaum Maya yang menjadikan manusia sebagai tumbal. Menurutnya, apa yang telah menimpa kaum Maya tengah terjadi di AS. Pengiriman pasukan ke Irak disetarakannya dengan aksi kaum Maya yang mengorbankan manusia untuk dipersembahkan kepada para dewa. Ini merupakan tanda-tanda kehancuran bangsa AS. Lebih lanjut Mel Gibson menjelaskan bahwa pengiriman pasukan ke Irak terjadi tanpa strategi yang matang dan hasilnya adalah menjadikan mereka tumbal. Farhad Safinia, penulis naskah filem Apocalypto mengatakan, “Saya dan Mel Gibson, berusaha menjelaskan fakta ini kepada para pemirsa bahwa indikasi kehancuran seluruh kekuatan adidaya dunia berada di tingkat yang sama. Adapun tanda-tandanya bermacam-macam mulai dari perusakan lingkungan hidup, terbentuknya sebuah masyarakat konsumeris, atau bahkan ketidakadilan dalam politik.

Adapun dimensi lain dari film ini adalah mencuatnya kritikan dari kaum Maya dan berbagai kelompok di kawasan Amerika Latin. Sejumlah kelompok di Guatemala menilai film Apocalypto sangat tak realistis. Padahal yang disiarkan di Guatemala hanya cuplikan film Apocalypto saja dan tidak seluruhnya. Menurut mereka, ritual pengorbanan manusia dalam film tersebut hanya dipandang dari satu sudut pandang saja. Namun Richard Hanson, seorang dosen dan pengamat sejarah naskah Apocalypto mengatakan, film ini mampu memberikan gambaran sangat tepat dan akurat tentang kaum Maya melalui dekorasi, desain kostum, dan grim. Film ini merupakan kompilasi yang sempurna antara fakta sejarah dan imajinasi penulis naskah. Menanggapi kritikan yang muncul, Mel Gibson mengatakan, “Topik utama film ini termasuk fakta sejarah yang hingga kini masih diperdebatkan. Dan saya harap melalui kenyataan ini, kita dapat menyimpulkan dimensi baru tentang peradaban era modern.” 

Menonton film yang mengambil latar belakang kehidupan primitif masyarakat pedalaman suku Inca-Maya di pedalaman Amerika ini setidak-tidaknya membuat saya ketika itu untuk hanyut ke dalam suasana yang seakan nyata. Film yang mengambil setting hutan yang masih asli ini pun nampaknya menjadi suatu nilai plus tersendiri yang dapat merasuki pemikiran penonton atau sekurangnya saya sendiri.

Refleksi saya terhadap film ini sekurang-kurangnya membuat saya berpikir sejenak untuk dapat menuangkan ide dan gagasan hasil dari buah refleksi saya tersebut. Mengapa demikian? Sejujurnya hampir seluruh rangkaian cerita dan adegan dari cerita sangat menyentuh sisi maskulinitas saya sebagai seorang yang terbawa dalam setting cerita di hutan belantara dan primitif (jika memang harus disebut begitu) pula. Tetapi setidaknya ada suatu bagian adegan yang kiranya dapat menjadi titik tolak pemikiran refleksi saya tersebut.

Gibson tidak saja menjadikan masyarakat Maya sebagai orang-orang barbar, tetapi juga menciptakan stereotip buruk pada bangsa asli benua Amerika itu. Mereka diciptakan sebagai pembunuh yang haus darah, minim cinta, kanibal, dan tidak beradab; tidak seperti bangsa kulit putih yang "beradab, romantis, dan cinta damai." Adegan terakhir memperlihatkan konvoi conquistador bangsa Spanyol yang kelak akan menghancurkan seluruh kehidupan bangsa Maya, Aztec, dan Inca.

Namun, saya tentu juga bisa melihat begitu luar biasanya film ini. Didukung efek visual yang mantap, setiap adegan terlihat begitu nyata. Piercing, tato, dan pakaian penduduk Maya terlihat sangat dominan dan autentik. Di luar aspek-aspek politik yang mungkin terkandung di dalamnya, Apocalypto, menurut saya, tetap akan diingat sebagai salah satu film yang hebat dan, mungkin, penting.