Selasa, 13 September 2011

Captain America: The First Avenger

Cast: Chris Evans, Hayley Atwell, Hugo Weaving, Sebastian Stan, Toby Jones, Samuel L. Jackson, Dominic Cooper, Tommy Lee Jones, Stanley Tucci, Neal McDonough
Director: Joe Johnston
Writers: Christopher Markus, Stephen McFeely base on Captain America by Joe Simon and Jack Kirby
Produksi: Paramount Pictures
Release Date: 22 July 2011


Beberapa tahun belakangan ini memang banyak film superhero yang bermunculan. DC Comics dan Marvel seolah berlomba-lomba memamerkan karakter komik mereka ke layar lebar, salah satunya adalah Captain America. Film ini memang tidak berdiri sendiri. Marvel membuatnya sebagai pengenalan sebelum semua jagoan Marvel muncul dalam THE AVENGERS nanti.


DC versus Marvel, dua raja penerbit komik ini sebenarnya secara halus berseteru dalam persaingan mereka. But noted. DC bisa jadi sangat bangga dengan Superman dan Batman yang jadi ikon teratas ketika kita menyebut ‘superhero’, tapi sejarah mencatat naik turun kesuksesan mereka jauh lebih sering terombang-ambing dari sang saingan. Sementara Marvel, dengan line up utamanya yang kalau mau dihitung satu-satu lebih banyak menelurkan karakter legendaris ketimbang DC, mulai menapak semakin mantap di era milenium baru setelah status kebangkrutannya. DC boleh menorehkan sejarah lewat Superman Christopher Reeve meski kendur di film ketiga dan keempatnya, pernah punya Batman Tim Burton sampai melahirkan trend baru pendewasaan genre superhero di Batman-nya Christopher Nolan yang lantas kepingin ditiru semua produser, termasuk franchise baru Superman.



Sebagai salah satu superhero paling terkenal dari Marvel, kemunculan Captain America di layar lebar merupakan sesuatu yang selalu ditunggu dengan antusias. Tapi, semua orang tahu, di tangan orang yang salah, film adaptasi superhero bisa berubah menjadi sebuah bencana sinematik. Bila dua dekade lalu Hollywood pernah mengecewakan para fans cerita komik ini dengan Captain America (1990) yang hasilnya amburadul, tahun ini Joe Johnston berusaha untuk kembali memenangkan hati penonton dengan penggambaran segar dari seorang pahlawan super yang kuat, idealis dan rendah hati.

Saya bukan fans dari pahlawan super Amerika satu ini, tetapi mengetahui bahwa ia menjadi kepingan puzzle terakhir dari proyek superhero raksasa nan ambisius Marvel Studios itulah yang membuat alasan terbesar saya kemudian cukup antusias menunggu kemunculannya tahun ini. Ya, inilah Captain America: The First Avenger, sebuah ajang pemanasan sebelum sekelompok besar superhero yang tergabung dalam The Avengers menghentak kita tahun depan.



Tiap film superhero punya background tersendiri bagaimana sesorang tersebut bisa terpilih menjadi hero. Tapi di antara semua film superhero summer ini, seperti Thor, Green Lantern, dan X-Men: First Class, Captain America mempunyai cerita awal yang paling menginspirasi. Bisa dilihat dari betapa suramnya hidup Steve Rogers yang susah mendapat wanita, menjadi bahan bulan-bulanan, dan yang paling sakitnya adalah berkali-kali ditolak untuk bisa ikut dalam pasukan militer.

Steve Roger tipikal karakter seorang pahlawan sejati dalam cerita komik yang memulai segalanya dari bawah layaknya si manusia laba-laba Peter Parker. Yatim piatu, seorang underdog yang sering ditindas karena fisiknya yang lemah, dalam kasus Roger ia penderita asma dengan ukuran tubuh kurus-pendek membuatnya kesulitan bergabung membela negara sebagai seorang tentara walaupun sebenarnya ia adalah seorang pemuda yang sangat berani dan baik hati, apalagi dalam hal menjunjung tinggi paham kebenaran dan impiannya untuk melindungi sesama.  

Modal kebaikannya-lah yang menakdirkan Steve untuk dipilih oleh seorang ilmuwan, Dr. Abraham Erskine (Stanley Tucci), yang sedang mencari sukarelawan untuk eksperimennya. Steve sendiri bukan seorang yang tangguh, selain penyakitan, tubuhnya kurus dan pendek, di-bully pun sudah menjadi santapan setiap hari, sampai dia ingat di gang mana dia pernah dipukuli. Namun Erskine tidak melihat fisiknya, dia mencari calon “prajurit” yang punya hati, dan Steve yang bolak-balik mendaftar diri sebagai tentara tapi selalu ditolak ini adalah pilihan nomor satu Erskine. Setelah melalui serangkaian tes dan latihan, Erskine semakin yakin Steve adalah orang yang tepat, walau Colonel Chester Phillips (Tommy Lee Jones) yang melatih para sukarelawan untuk proyek super-soldier ini tidak yakin terhadap pria kurus di hadapannya. Tapi ketika melihat Steve dengan tubuh kecilnya menutupi granat yang dilempar sang kolonel, sedangkan yang lain berlarian, itu menjadi bukti bahwa dibalik tubuh kurus tersebut, tersembunyi kekuatan besar, yaitu hati dan juga keberanian.


Steve selalu punya insting untuk melindungi orang lain, Erskine pun tidak ragu memberi kekuatan besar kepada Steve, karena dia yakin jika seseorang pernah merasakan menjadi lemah, seperti Steve, dia tidak akan lupa jati dirinya walau sudah memiliki kekuatan yang besar sekalipun. Maka dimulailah eksperimen mengubah Steve menjadi seorang prajurit super, jika berhasil, kemungkinan ini akan menghentikan ambisi Hitler dan tentara Nazi-nya untuk menginvasi dunia dengan terornya, menyudahi perang dunia ke-2. Eksperimen tersebut ternyata berhasil, pria kurus yang kita lihat di awal sudah berubah menjadi Steve yang berotot berkat sebuah serum spesial bernama “vita-rays”. Sayangnya Erskine tidak diberi waktu untuk menikmati kesuksesannya, karena tiba-tiba fasilitas eksperimen yang rahasia tersebut disabotase oleh seorang agen Hydra, dan langsung menyerang Erskine. Sang dokter pun tewas, Steve yang marah langsung mengejar si penjahat, membuktikan jika serum tersebut tidak hanya membuat tubuhnya tambah besar, tapi ada kekuatan lebih besar dalam dirinya. si agen yang hendak melarikan diri dengan kapal selam kecil pun berhasil ditangkap, sayang dia keburu bunuh diri dengan menelan racun.

Tak lama kemudian tersiar kabar kalau seorang anggota Nazi bernama Red Skull (Hugo Weaving) ternyata punya rencana jahat untuk menguasai dunia dengan menggunakan benda berkekuatan magis yang dikenal dengan nama Tesseract. Steve Rogers terpaksa turun tangan untuk memburu Red Skull dan menjadi orang pertama yang bergabung sebagai The Avengers.



Memamparkan origin story tampaknya menjadi kewajiban buat setiap film superhero, dan untuk kasus Captain America: The First Avenger Joe Johnston mampu memulainya dengan baik sebelum memasuki adegan pertarungannya. Bagian yang memperkenalkan proses Steve Roger dari sosok lemah menjadi sosok tangguh Captain America itu mungkin menjadi bagian terbaik dan paling mengasyikan di sepanjang film berdurasi 2 jam lebih ini. Johston tahu benar bagaimana memperolok bentuk fisik menyedihkan dari Steve Roger yang sampai-sampai mampu membuat Colonel Chester Phillips (Tommy Lee Jones) menangis itu menjadi sebuah sugguhan menghibur. 

Sempat muncul rasa pesimis dari Produser tentang daya jual film ini melihat judulnya “Amerika” banget. Ditambah sentimen anti-amerika masih susah hilang di beberapa negara. Tapi Avi Arad menyangkal, dia mengatakan film ini bukan tentang Amerika, tapi secara umum mengkampanyekan kabaikan versus kejahatan (seperti kebanyakn film superhero).


Lalu bagaimana Captain America yang hidup di jaman dulu bisa bergabung dengan anggota Avengers lainnya di jaman modern? Semua bisa dijawab di sini. Membawa embel-embel “The Avengers”, film “Captain America: The First Avenger” ini nantinya lebih kental terasa layaknya sebuah prekuel, bagi film yang akan menyatukan Thor, Hulk, Iron Man, dan juga Captain America di 2012 nanti. Banyak detil-detil yang sengaja diekspos untuk mengajak penonton berkenalan dengan apa yang dinamakan “Marvel Cinematic Universe”, dimana nantinya ada karakter Marvel yang akan muncul di film Marvel lainnya. Sejak film “Iron Man”, walau tidak terlalu terlihat, dunia Marvel ini secara tidak langsung sedang mulai dibangun, kita untuk pertama kalinya melihat pemimpin SHIELD, Nick Fury (Samuel L. Jackson) di film itu (walau tersembunyi setelah credit selesai). Di “The Incredible Hulk” pun demikian, kita bisa melihat Tony Stark menjadi “cameo”. “Iron Man 2” pun semakin membawa kita ke tahap selanjutnya dari Marvel Universe, yang kadang kita harus jeli melihatnya, ada yang masih ingat kalau perisai Captain America dijadikan “tatakan” oleh Tony Stark, dan di film ini pun untuk pertama kalinya kita akan diperkenalkan dengan Natasha Romanoff atau Black Widow, sedangkan Nick Fury kebagian peran lebih banyak disini. Dengan cerdas Marvel sedang membuat dunia indahnya yang dipenuhi superhero-superhero hebat, yang nantinya, Iron Man dan kawan-kawan akan disatukan dalam “The Avengers”.


Kembali ke “Captain America: The First Avenger”, Johnston kali ini mampu membuat setting masa lalu, tepatnya masa perang dunia ke-2 yang meyakinkan, sekaligus artistik dan menawan. Gambar-gambar retro tersebut pun mampu dileburkan dengan cerita yang ditulis oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely, menurut saya pun pembagian porsi cerita diseimbangkan dengan aksi-aksi heroik sang kapten nantinya dan semuanya pun sama-sama punya level hiburan yang sejajar. Cerita yang merangkai asal mula Steve Rogers dari “zero to hero” pun diceritakan dengan menarik, memberikan waktu kepada penonton untuk mengetahui latar belakang pria yang kelak menjadi super-soldier tersebut. Alhasil penonton juga tidak begitu saja disodorkan seorang superhero, yang hanya pintar membuat kita terpukau dengan aksi patriotiknya melawan kejahatan, tapi seorang pahlawan yang kekuatannya juga berasal dari rasa simpati dan dukungan penontonnya. Apalagi Chris Evans betul-betul dapat menyatu dengan karakternya, sama seperti apa yang dilakukan oleh Robert Downey, Jr, ketika bertransformasi menjadi Tony Stark alias si Iron Man, bedanya Steve Rogers tentu lebih “rendah diri”.

Minggu, 17 Oktober 2010

Easy A


Director: Will Gluck
Writers: Bert V. Royal
Produksi: Screen Gems
Release Date: 17 September 2010

Kapan sebuah film drama komedi remaja berada pada level secerdas ini? Mungkin Mean Girls (2004) yang ditulis oleh Tina Fey dan berhasil meroketkan nama Lindsay Lohan adalah yang terakhir melakukannya. Film remaja yang tergolong sukses itu dibintangi oleh Lindsay Lohan yang kala itu disebut-sebut sebagai 'the Hollywood rising star'. Mean Girls mengangkat tema di kalangan sekolah menengah atas dan segala permasalahannya, menurut saya film tersebut memang lucu, menghibur, dan yang paling penting 'jujur'. Kali ini Easy A hadir dengan menggandeng Emma Stone yang saat ini sedang naik daun dalam karirnya (Zombieland, Superbad, The House Bunny), mengambil tema yang hampir serupa dengan Mean Girls namun diceritakan dengan cara yang lebih agresif.

Seperti halnya film drama komedi remaja sukses lainnya yang mengambil tema cerita literatur klasik sebagai inspirasi ceritanya – Clueless (1995) yang mengambil inspirasi dari karya Jane Austen, Emma, dan 10 Things I Hate About You (1999) yang mengambil inspirasi dari karya William Shakespeare, The Taming of the Shrew — penulis naskah, Bert V. Royal, juga mengadaptasi jalan cerita The Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne untuk jalan cerita Easy A, yang berkisah mengenai perjuangan untuk menciptakan kehidupan baru setelah melalui beberapa kejadian yang membuat kehidupan sang karakter utama dipandang sebelah mata.


Easy A menceritakan tema yang unik, tentang kehidupan remaja, cerita keseharian yang menjadi fenomena sekaligus bencana di dunia remaja itu sendiri. Fenomena dan bencana itu adalah rumor, gosip, kabar angin yang menyebar cepat, luas dan entah bagaimana bisa menjadi seperti fakta yang dipercaya oleh para remaja di lingkungan tempat ia berkembang. Ia terdengar sepele, apalagi jika dilihat dari kaca mata orang dewasa. Namun, tidak begitu halnya jika dilihat dari kaca mata remaja. Bagi mereka gosip, rumor adalah gaya hidup, sesuatu yang wah, hiburan yang kadang dijadikan ‘dewa’. Gosip yang didewakan ini akhirnya bisa mengubah jalan hidup si remaja, membentuk karakternya hingga mempengaruhi ke semua aspek kehidupan lainnya.

Rumit memang, hanya dikarenakan gosip dan rumor saja, hidup seorang remaja bisa berubah. Namun, itu bukan isapan jempol semata? Ia adalah fakta, terjadi hampir di seluruh kehidupan remaja. Terutama di negeri barat. Mengenai fenomena sekaligus bencana di dunia remaja ini, Easy A menyajikannya dengan apik, sangat baik, padat, berisi namun tetap terkesan muda.

Emma Stone berperan sebagai Olive, seorang cewek 'biasa' di sekolahnya yang sama sekali tidak dilirik oleh lelaki, bahkan teman wanita pun sangat sedikit. Ia melakukan semua hal sendiri dan dibawah radar. Olive sudah pasti bukan cewek yang populer di sekolah, namun ia juga bukan the-biggest-loser disana. Ia hanya 'biasa'. Suatu hari, temannya Rhiannon (Alyson Michalka) mulai bertanya pada Olive tentang hubungan percintaannya dan tentu saja mengenai hubungan sex. Karena merasa terdesak, Olive berbohong dengan mengatakan kalau ia baru saja melakukan hubungan sex dengan seorang cowok kuliahan yang tampan. Sayang, Marianne (Amanda Bynes) Percakapan di toilet sekolah ini tidak sengaja terdengar oleh Marianne, seorang gadis Katholik yang taat dan populer di sekolah. Dalam hitungan jam, gosip tentang Olive pun menyebar ke seluruh sekolah dan dia jadi terkenal. Olive yang bahkan dulunya invisible, sekarang menjadi pusat perhatian di sekolah


Awalnya, Olive menyukai ketenaran yang mendadak itu, ia merasa senang karena tiba-tiba saja banyak orang yang mengenal dirinya. Ia pun mulai merubah penampilannya menjadi lebih hot. Namun tidak disangka banyak teman pria di sekolahnya yang minta bantuan padanya untuk berpura-pura sudah berhubungan sex dengan mereka. Ada juga seorang gay yang ingin image-nya berubah dan akhirnya meminta bantuan Olive. Tentu saja semua tidak gratis, Olive meminta imbalan yang tidak muluk yaitu hanya sebuah gift card. Alhasil, banyak orang yang ingin meminta bantuan Olive secara sembunyi-sembunyi. Lama kelamaan keadaan semakin memanas dan Olive pun sudah mulai 'gerah' dengan hujatan teman-teman di sekolah tentang dirinya, bahkan Rhiannon pun mulai membencinya. 

Olive, yang merasa menemukan kesamaan nasib dengan Hester Prynne dari novel The Scarlet Letter akhirnya memakai huruf A berwarna merah (di dalam novel Scrallet Letter, Hester Prynne dipaksa memakai gaun berlabel A berwarna merah).“A” adalah singkatan dari adultery. Olive benar-benar melihat dirinya sama mengenaskannya dengan Hester Prynne. Bedanya, Olive menikmati situasi ini. 

Olivia tersadar bahwa dia membenci dirinya yang baru. Tidak mau terjebak seperti karakter Hester Prynne di novel The Scarlett Letter yang ia pelajari, dimana karakter tersebut hanya dapat berdiam diri ketika ia dihakimi oleh banyak orang, Olivia kini menyusun rencana untuk dapat memulihkan nama baiknya kembali di sekolah.


Untuk sebuah drama komedi remaja dengan durasi tayang selama 92 menit, Easy A menawarkan begitu banyak tema yang mendalam di sepanjang jalan ceritanya. Mulai dari seks, persahabatan, keperawanan, pengkhianatan hingga fanatisme dalam mempercayai suatu hal mampu diolah dengan baik oleh penulis naskah, Bert V. Royal, dengan sangat baik. Semua tema yang terkesan berat dan dimasukkan dalam jalan cerita Easy A tersebut justru tidak mengurangi kandungan komedi yang ada di dalamnya ketika Bert secara cerdas berhasil muncul dengan banyak dialog-dialog satir yang sangat mampu untuk mengundang senyum siapapun yang mendengarnya.

Emma Stone terlihat sangat bersinar dalam film ini. Semua adegan yang diperankannya terlihat sangat total dan pas. Ia banyak menggunakan ekspresi-ekspresi pada wajahnya pada adegan komedi dan hal tersebut berhasil menghibur. Sepertinya Emma sangat paham bagaimana caranya membuat sebuah mimik yang tepat dengan perasaan dan pikirannya dalam film ini. Saya yakin sekali kalau Emma Stone akan menjadi aktris besar someday, asal ia tidak mengikuti jejak Lindsay Lohan.  Apalagi Emma sebentar lagi akan bermain dalam film Spider-Man (2012) terbaru bersama Andrew Garfield dan berperan sebagai Gwen Stacy. Selain Emma, para pemeran pembantu seperti Stanley Tucci, Patricia Clarkson, Lisa Kudrow, dll juga semakin membuat film ini meriah dengan totalitas akting mereka masing-masing.


Tak hanya Stone, bintang-bintang muda lainnya juga berhasil mencuri perhatian di film ini, khususnya Amanda Bynes yang berperan sebagai Marianne Bryant. Walau tidak mendapatkan porsi peran sebesar Stone, namun dialog-dialog Marianne yang tak kalah satirnya dengan dialog Olivia berhasil membuat Bynes tampil sangat menyegarkan.

Selain dipenuhi dengan talenta-talenta muda, Easy A juga dipenuhi dengan nama-nama aktor dan aktris komedi kaliber seperti Stanley Tucci, Patricia Clarkson, Thomas Haden Church, Lisa Kudrow dan Malcolm McDowell. Yang membuat peran mereka sedikit berbeda dengan peran-peran karakter dewasa di banyak film drama komedi remaja lainnya, di sini mereka digambarkan sebagai karakter dewasa yang cerdas dan bijaksana, daripada digambarkan hanya sebagai peran pendamping tanpa memberikan kontribusi peran yang jelas. Dari nama-nama tersebut, Tucci dan Clarkson tampil sangat jenaka dengan peran mereka sebagai orangtua Olive. Beberapa dari penonton kemungkinan besar akan mengharapkan bahwa mereka memiliki orangtua yang sejenaka pasangan Tucci dan Clarkson.

Senin, 30 Agustus 2010

Charlie St. Cloud

Cast: Zac Efron, Amanda Crew, Donal Logue, Charlie Tahan, Kim Basinger, Ray Liotta
Director: Burr Steers
Writers: Craig Pearce, Lewis Colick base on novel Ben Sherwood
Produksi: Universal Pictures
Release Date: 30 Juli 2010


Pernah membayangkan Zac Efron bermain di film-film ala Nicholas Sparks? Charlie St. Cloud adalah jawabannya. Sekalipun film ini membawa bau-bau supranatural, yang sepertinya belum pernah ditemukan di film-film adaptasi dari novel Nicholas Sparks, film ini tetap mempunyai bau-bau Nicholas Sparks yang sangat kuat. Dari segi romantisnya. Melodramatisnya. Bombaynya. Sampai opera-sabun-nya. Bahkan Zac Efron memamerkan otot-ototnya.

Charlie St. Cloud merupakan ajang pertemuan kedua bagi Buur Steers dan Zac Efron. Sebelumnya, tahun lalu mereka juga bekerjasama dalam 17 Again. Kali ini mereka kembali bertemu tetap dengan Buur di posisi sutradara dan Zac sebagai tokoh utama. Zac Efron (High School Musical) kali ini dipasangkan dengan Amanda Crew (Final Destination 3). Film ini diangkat dari novel laris buah pena Ben Sherwood yang berjudul The Death and Life of Charlie St. Cloud.


Untuk urusan cerita, film ini termasuk skeptis, sangat skeptis. Bagi mereka yang sudah sinis dengan tema-tema spiritual-non-logis semacam ini, sudah jelas film ini bakal ditolak mentah-mentah. Ingat Ghost yang dibintangi Demi Moore dan Patrick Swayze? Atau The Sixth Sense bikinan M. Night Shyamalan? Atau Birth yang dibintangi Nicole Kidman (sekalipun dari segi isi film ini lebih mirip Ghost atau The Sixth Sense). Charlie St. Cloud berada di area yang sama persis dengan film-film itu.

Film ini bercerita tentang janji brother-to-brother antara Charlie St. Cloud (Zac Efron) dan adiknya Sammuel “Sam” St. Cloud (Charlie Tahan). Keduanya memiliki hubungan kakak-beradik yang sangat so-sweet ala-ala Nicholas Spark. Bahkan kakak-beradik tersebut, dengan bermodalkan kekompakan, berhasil menjuarai kompetisi perahu layar setempat. Sayangnya sebuah kecelakan yang sangat tragis membuat Charlie berpisah dengan adiknya Sam (singkatnya: wafat). 

Bau-bau supranatural pun muncul ketika Charlie berjumpa dengan sosok arwah Sam yang menagih janjinya untuk berlatih baseball bersama-sama di hutan di setiap senja di setiap hari. Dan janji ini selalu dipatuhi oleh Charlie. Charlie bahkan menghabiskan lima tahun lamanya untuk menepati janji pada arwah adiknya tersebut.

Film ini berbentuk melodrama, dan hal ini patut digaris bawahi. Bukan psychological thriller ala The Sixth Sense, tapi melodrama seperti Ghost. Atau lebih tepatnya, ya, searah dengan film-filmnya Nicholas Sparks yang serba so-sweet bahkan di bagian-bagian tragis sekalipun. Saya adalah tipikal penonton yang sangat suka sekali di-bombay-bombay-kan oleh film-filmnya Nicholas Sparks, (walaupun film ini tidak ada hubungannya dengan novel Nicholas Sparks). 
Sama seperti yang dialami Demi Moore atau Haley Joel Osment, di film ini cuma Zac Efron yang mampu melihat sosok adiknya. Agak mengagetkan (dan mengecewakan) ketika saya mendapati fakta bahwa yang dilihat Zac Efron tersebut benar-benar arwah, karena dari awal film saya mengira Zac Efron mengalami delusi-pasca-trauma atau semacam skizofrenia. Dan bukan cuma arwah adiknya semata, Zac Efron juga mampu melihat arwah teman sekolahannya yang sudah wafat di medan perang.

Minggu, 11 Juli 2010

The A-Team

Cast: Liam Neeson, Bradley Cooper, Sharlto Copley, Jessica Biel, Quinton Jackson, Yul
Director: Joe Carnahan
Writers: Michael Brandt, Derek Haas, Skip Woods Vazquez
Produksi: 20th Century Fox
Release Date: 11 June 2010 



Film dimulai dengan setting di Meksiko, Kolonel John “Hannibal” Smith (Liam Neeson) dan Templeton “Faceman” Peck (Bradley Cooper) disandera oleh kapten General Tuco yang korup. Melarikan diri melalui van yang dikemudikan asisten Bosco BA Baracus (Quinton “Rampage” Jackson) dan ahli penerbang helikopter HM “Howling Mad” Murdock (Sharlto Copley), keempat ahli prajurit membentuk unit komando elit yang dikenal sebagai The A-Team

 Dengan pengalaman delapan tahun dan 80 misi sukses, The A-Team direkrut oleh Agen CIA Lynch (Patrick Wilson) untuk menemukan beberapa piringan harta karun AS yang hilang. Satu ganda-silang (tetapi oleh siapa?) Kemudian mereka ditangkap, diadili, dipermalukan habis-habisan dan dihukum 10 tahun di penjara pemerintah. Tentu saja tidak ada penjara yang cocok untuk mengurung orang-orang seperti mereka dan beberapa  upaya melarikan diri terjadi yang akhirnya membawa tim kembali bersatu dengan balas dendam dalam pikiran mereka. 


 Bukan berarti mereka tidak dapat menemukan sedikit waktu untuk bersenang-senang selama melakukan misi. Aksi-aksi seperti tank “terbang”, menyeret B.A. untuk membawanya ke “pesawat sialan” dan membakar sebuah galangan kapal. Misi yang mereka pikul mungkin terasa egois dengan nada gelap, tapi pasti diimbangi oleh banyaknya faktor gurauan yang konsisten. 


Oleh karena penayangan film serinya telah berlangsung lebih dari 20 tahun lalu, maka pada film The A-Team versi layar lebar ini, semua pemerannya pun diganti dengan aktor-aktor baru. Hannibal yang dulu diperankan oleh George Peppard, kini digantikan oleh Liam Neeson. Dirk Benedict yang dulu memerankan Faceman, diambil alih perannya oleh Bradley Cooper. Kemudian Murdock yang dulu dimainkan oleh Dwight Schultz, kini diperankan oleh Sharlto Copley. Sedangkan B.A yang dulu diperankan oleh Mr.T, kini digantikan Quinton “Rampage” Jackson. Quinton sendiri adalah seorang jago beladiri Ultimate Fighting Championship (UFC) di Amerika.

Sebuah upaya aransemen sesungguhnya (yang banyak kita lihat di tahun ini), tindakan para aktor yang mempertaruhkan reputasi mereka dengan mengintepretasikan kembali karakter ikonik tersebut tentulah berani, tetapi apakah mereka berhasil? 


Film ini masih memperlihatkan beberapa unsur lama yang kental di serial televisinya, lihat saja mobil van “GMC Vandura” milik Baracus yang menjadi salah satu trademark serial televisinya bisa dilihat di saat aksi Kolenel John Smith dan B.A. Baracus menyelamatkan Peck dari Tuco dan militernya di awal cerita. Bagaimana kegilaan “Howling Mad” Murdock menerbangkan helikopter medis yang digempur habis-habisan oleh helikopter tempur Tuco, manuver yang gila menghindari tembakan senapan mesin dan rudal ini akhirnya membuat Baracus mengalami fobia terbang yang permanen.

Selain itu, aksi pertempuran udara juga ada di wilayah udara Jerman. Saat mereka melarikan diri dengan pesawat angkut Lockheed C-130 Hercules dan diserang oleh dua pesawat tempur drone Amerika (pesawat tempur tanpa awak yang dikendalikan dari jauh). Membuat mereka terjun dengan tank berparasut dan baku tembak di udara dengan cara yang tidak biasa, dan mereka selamat dengan cara yang tidak biasa juga.

Film The A-Team sangat familiar bagi Anda yang mengalami masa kecil di tahun 80an. Saat itu, The A-Team ditayangkan sebagai film seri di televisi nasional. The A-Team merupakan sebuah tim berisi Kolonel John “Hannibal” Smith, si Playboy Templeton “Faceman” Peck, si Gila H.M. “Howling Mad” Murdock, dan Bosco “B.A.” Baracus yang berbadan besar. Mereka semua adalah empat orang veteran perang Vietnam dari pasukan khusus Angkatan Darat Amerika yang berbalik menjadi buruan pemerintah, karena membelot dan membentuk tim tentara bayaran.

Seperti film The A-Team aslinya, keahlian yang dimiliki masing-masing anggota masih tetap sama. Hannibal yang menjadi pemimpin The A-Team, merupakan orang yang sangat ahli dalam penyamaran. Faceman yang paling ganteng di tim ini, memiliki keahlian dalam menipu orang, dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk juga masalah wanita. Murdock adalah seorang pilot yang mereka culik dari rumah sakit jiwa untuk melengkapi The A-Team, dan B.A yang merupakan ahli mekanik, namun menderita phobia terbang.


Selain para pemeran utama di atas, film The A-Team ini juga menampilkan Kapten Charisa Sosa (Jessica Biel) yang selalu mengejar ke manapun The A-Team berada. Dia juga adalah mantan pacar Faceman yang masih menaruh hati, dan sepertinya masih penasaran terhadap hubungan mereka. Selain itu ada juga Lynch, seorang agen CIA yang diperankan oleh Patrick Wilson. Di film ini, Lynch menjadi salah satu tokoh kunci dalam misi The A-Team yang eksplosif, dan juga menjadi salah satu 'pelindung' mereka.

Mengikuti ciri khas cerita dalam film serinya, film The A-Team menceritakan keempat veteran perang yang ditahan, karena dijebak dalam sebuah kejahatan. Bedanya, mereka diceritakan sebagai veteran perang Irak di era 'Dessert Storm, menyesuaikan dengan keadaan terkini. Sekeluar dari penjara, mereka berempat kembali berkumpul untuk membersihkan nama mereka, sekaligus menjadi tentara bayaran untuk menolong kaum tertindas. Inti cerita film The A-Team ini adalah bagaimana mereka masih mampu menolong orang-orang sambil melarikan diri dari kejaran pemerintah Amerika, dengan kemampuan dan skill mereka sebagai mantan pasukan khusus Angkatan Darat Amerika.


Meski film The A-Team bergenre action, namun selipan adegan lucu pengundang tawa tetap tidak hilang. Seperti pertengkaran antara Murdock dan B.A yang berisi dialog kocak, maupun phobia B.A terhadap terbang. Kadang, jika diharuskan terbang ke suatu tempat, anggota The A-Team yang lain harus memukul B.A sampai pingsan, atau memberinya obat bius agar bisa dibawa terbang.

Sebagai film action, The A-Team juga menyertakan adegan-adegan perkelahian yang seru, maupun scene pertempuran dengan special effect yang lebih modern dibandingkan film serinya. Namun begitu, adegan perkelahian maupun pertempuran yang dilakukan tidak lantas berlebihan dengan banyaknya darah yang ditampilkan. Justru sebagai film action, film The A-Team terbilang sangat sedikit menampilkan adegan berdarah. Ini tentu bisa mengulang keberhasilan film The A-Team serial sebagai film keluarga yang sangat menghibur.


Kamis, 22 April 2010

Clash of the Titans

Cast: Sam Worthington, Liam Neeson, Ralph Fiennes, Danny Huston, Gemma Arterton, Mads Mikkelsen, Jason Flemyng, Alexa Davalos, Izabella Miko, Nicholas Hoult, Pete Postlethwaite
Director: Louis Leterrier
Writers: Phil Hay, Matt Manfredi
Produksi: Warner Bross Pictures
Release Date: 26 Maret 2010 


Ini dia film yang trailer promonya mampu membuat orang tercengang karena melihat kedahsyatan trailernya yang diputar pada November 2009 kemarin. Film Clash of the Titans ini merupakan remake dari film berjudul sama yang diputar pada tahun 1981. Film Clash of the Titans tempo dulu juga bukan merupakan film sembarangan. Film ini berhasil membuat orang berdecak kagum karena penggunaan teknik animasi bernama Stop Motion. Hasilnya, film Clash of the Titans buatan tahun 1981 meraih pendapatan yang besar dan sukses besar pada masa tersebut serta disebut sebagai salah satu film klasik terbaik untuk kategori film perang kolosal dan mitologi dewa – dewi Yunani.

Hampir 30 tahun sejak film aslinya dirilis, Clash of the Titans tetap dianggap cult classic oleh banyak orang, berkat teknik stop motion yang mencengangkan waktu itu. Dinilai secara objektif memiliki minus dari sisi storytelling, pihak pembuatnya kini menyempurnakan basic kisahnya menjadi sebuah sajian spektakuler yang melebihi label flat out entertainment. 

Lama sebelum adanya peradaban manusia, Titanlah yang berkuasa di alam semesta. Mereka akhirnya dijatuhkan oleh anak-anak mereka sendiri yaitu : Zeus, Poseidon, dan Hades. Zeus setelah menghasut Hades berhasil mengalahkan para Titan dengan Kraken ( seekor gurita raksasa ). Zeus kemudian menobatkan dirinya sebagai raja dari para dewa, Poseidon sebagai raja laut, sedangkan Hades yang telah dibohongi Zeus ditempatkan di neraka, alam yang penuh kegelapan dan kesengsaraan. Zeus kemudian menciptakan manusia.

Zeus dan para dewa mendapatkan keabadian doa dan pemujaan manusia. Apabila manusia lalai maka bencana pun terjadi. Lama kelamaan manusia pun merasa bosan dan berbalik menentang para dewa. Raja Acrisius lah yang pertama menentang Zeus. Marah karena ditentang, Zeus kemudian menyamar sebagai raja Acrisius dan meniduri permaisurinya. Mengetahui permaisurinya telah ditiduri Zeus, raja Acrisius dengan penuh emosi dan kebencian memasukkan permaisuri beserta kandungannya kedalam peti lalu membuangnya ke laut. Sang permaisuri berhasil melahirkan seorang bayi laki-laki tapi sayang sang permaisuri akhirnya meninggal. Mereka akhirnya ditemukan oleh seorang  nelayan. Bayi tersebut kemudian diberi nama Perseus. 


Perseus tumbuh dewasa dan menjalankan kehidupannya sebagai seorang nelayan hingga suatu hari ketika mereka menangkap ikan di perairan kerajaan Argos. Mereka melihat para prajurit Argos sedang meruntuhkan patung Zeus. Tiba-tiba muncullah Hades membinasakan mereka termasuk keluarga Perseus yang ikut ditelan laut. Di Olympus ( tempat para dewa ) Hades yang masih menyimpan dendam pada Zeus, dengan maksud lain menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalahnya dengan manusia. Dengan persetujuan Zeus, Hades kemudian memberi ultimatum kepada raja Argos. Jika tidak mengorbankan putrinya " Andromeda " maka Hades akan memanggil Kraken untuk memusnahkan Argos. Setelah mengetahui status Perseus yang separuh dewa, raja Argos lalu memohon agar Perseus bersedia melawan Kraken sekaligus menyelamatkan kerajaan Argos.


Untuk mengetahui cara mengalahkan Kraken, Perseus harus menanyakannya dari para penyihir. Dalam perjalanannya menemui para penyihir, Perseus dibantu oleh Io seorang wanita separuh dewa, Darco serta beberapa ksatria Argos. Ditengah perjalanan Perseus dihadang oleh raja Acrisius yang telah dihasut Hades. Raja Acrisius berubah menjadi monster yang disebut Calibos setelah mendapatkan kekuatan dari Hades. Mereka juga dihadang oleh beberapa kalajengking raksasa. Ternyata Kraken cuma bisa dikalahkan oleh mata GORGON milik MEDUSA seorang wanita berbadan dan berambut ular. Medusa sangat mahir menggunakan senjata busur panah serta menyerang dengan senyap tetapi kekuatan utamanya adalah tatapan matanya yang bisa mengubah seseorang menjadi batu. Tanpa sepengetahuan Perseus, Zeus sering membantu Perseus "anaknya" termasuk sebilah pedang sakti. Tetapi Perseus enggan menggunakannya hingga teman-temannya menjadi korban kejahatan Hades barulah ia menggunakannya untuk menghentikan bertambahnya korban termasuk Andromeda dan rakyat Argos.



Selain strategi trailer yang bagus, film ini juga didukung oleh para actor aktris beken dan juga yang sedang naik daun. Mulai dari actor veteran seperti Ralph Fiennes dan Liam Neeson, sampai dengan actor action terbaru Hollywood, Sam Worthington dan juga Gemma Arterton pun turut bergabung meramaikan film ini. Sutradara Louis Leterrier pun sudah terbukti kehandalannya dalam membesut film – film action. Bisa dilihat dari karya – karyanya seperti The Transporter 1 dan 2, The Incredible Hulk, dan masih banyak karya lainnya yang memang semuanya bergenre action. Khusus untuk Sam Wothington, actor laga baru yang menjadi kesayangan Hollywood saat ini memang sedang bersinar terang bintangnya. Dari menjadi actor tidak terkenal, di tahun 2009 kemarin, actor asal Australia ini langsung memegang 2 peran penting dalam film – filmnya, yaitu menjadi tokoh Marcus Wright dalam Terminator : Salvation dan tentunya pasti anda ingat dengan tokoh Jack Sully dalam film yang menjadi megahit di tahun 2009 kemarin, yaitu film Avatar. Lewat film ini, Sam kembali diuji, apakah filmnya akan sesukses biasanya atau tidak. 

Selain itu, dukungan dari segi special efek yang keren juga membantu menghidupkan kembali film lawas yang satu ini. Di jaman kemajuan teknologi yang semakin pesat ini, tentunya semakin mudah untuk me-remake film lawas yang dulunya memiliki teknik special efek yang minim dan menghidupkan beberapa adegan fantasi yang dirasa sulit untuk diwujudkan di masa tersebut. Bisa kita lihat di trailernya, special efek untuk adegan neraka yang realistis, adegan monster kalajengking besar yang cool, serta makhluk Kraken yang mengerikan dan tak ketinggalan, makhluk Medusa yang terlihat mantap dan beda dari bayangan Medusa selama ini plus adegan fighting yang di slow motion serta editing cepat.

Cerita dalam film ini merupakan sebuah sistem kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat Yunani Kuno, di masa sebelum lahirnya filsafat. Bila filsafat pertama oleh para filsuf alam diperkirakan muncul abad 6 SM, maka mitologi Yunani ini sudah berlaku jauh sebelumnya, diperkirakan abad 10 SM. Kini, setelah agama terutama yang tergolong monotheistik lebih banyak dipeluk umat manusia, maka sistem kepercayaan itu dikategorikan sebagai mitologi dan cerita di dalamnya dianggap mitos. 

Mitos ini sangat aneh. Tuhan digambarkan ada lebih dari satu. Juga ada cerita tentang manusia yang muak pada tuhannya dan mengajak mereka berperang. Manusia adalah cipataan tuhan, dalam hal ini dewa Zeus. Akan tetapi dewa malah jadi bergantung pada ciptaannya itu agar tetap kekal. Manusia tinggal di bumi begitu juga para dewa, bahkan mereka memiliki kerajaan di gunung Olympus. Jadi kalau mau nyerang dewa ya serang saja gunung Olympus. Hanya saja kelebihan dewa adalah mereka lebih superior dari manusia karena mempunya kekuatan mistis ilahiah sementara manusia hanya punya kekuatan fisik saja. Itulah mengapa walaupun ingin memberontak manusia mengalami kesulitan yang luar biasa dan tidak mungkin bisa berhasil memberontak.

Apalagi Zeus yang Rajanya para dewa ketika ingin punya anak dari manusia Ia berhubungan seksual dengan manusia. Lucu juga, karena kalau seperti itu dimana letak kedewaan dia juga yang mempunyai nafsu terhadap ciptaanya itu. Juga kalo manusia ciptaan dewa untuk memusnahkannya kenapa harus oleh Kraken tidak oleh dia sendiri.

Kisah ini juga membuat citra Tuhan yang buruk. Dewa Zeus, misalnya, digambarkan sebagai pribadi yang bisa terprovokasi Hades karena emosi. Dewa Zeus digambarkan sebagai pribadi yang tidak bijaksana. Bisa bertindak serampangan. Bahkan, Parseus mengatakan bahwa Zeus tidak memahami manusia, ciptaannya sendiri.

 

Menurut Mitologi Yunani, pada awalnya hanya ada Chaos atau kekacauan dan kehampaan.. Lalu dari kehampaan itu tiba-tiba muncullah Nyx (malam) dan Erebus, tempat tak dikenal yang ditinggali oleh kematian.. Semuanya kosong, sunyi, tak berakhir, dan gelap.

Lalu dari Chaos, muncullah Love (rasa cinta) yang memulai timbulnya keteraturan.. Dari cinta, lahirlah Cahaya dan Siang.. Setelah itu, Gaea (Bumi) tercipta. Kemudian, Erebus bersama Nyx, melahirkan Ether (heavenly light) dan Day (Earthly Light). Selain itu, Nyx sendiri juga menciptakan Doom, Fate, Death, Sleep, Dream, Nemesis, dan banyak hal lainnya yang mendatangi manusia dari kegelapan.

Sementara itu, Gaea melahirkan Uranus (langit). Kemudian Uranus menjadi pasangan Gaea, menyelimutinya di seluruh sisi tubuhnya. Bersama-sama mereka melahirkan tiga Cyclopes, Hecatoncheires (Raksasa berkepala 50 dan bertangan seratus), dan duabelas Titan..

Namun ternyata, Uranus adalah seorang suami dan ayah yang jahat.. Ia membenci Hecatoncheires dan mengurung mereka dengan menekan mereka ke tempat tersembunyi di bumi, Rahim Gaea. Hal itu membuat Gaea marah dan mulai merencanakan perlawanan terhadap suaminya. Gaea membuat sebuah senjata tajam dari batu dan menyuruh anak-anaknya keduabelas Titan, untuk menyerang Uranus. Namun mereka terlalu takut terhadap Uranus dan tidak berani melakukannya, kecuali Titan yang paling muda, Cronus.

Gaea dan Cronus pun menyiapkan suatu jebakan untuk Uranus.. Di malam hari, ketika Uranus sedang tidur dengan Gaea, Cronus datang dan mengebiri Uranus, dan melempar potongan genital Uranus ke lautan.. Dari darahnya, muncul para Giants, Ash Tree Nymphs, dan Erinnyes. dari busa di lautan yg ditimbulkan oleh genitalnya, lahirlah Aphrodite.

Cronus pun menjadi penguasa selanjutnya. Ia memenjarakan Cyclopes dan Hecatoncheires ke dalam Tartarus. Ia juga menikahi saudaranya, Rhea. Sebagaimana Uranus, Cronus juga diramalkan akan dijatuhkan dari tahtanya oleh anaknya. Untuk mencegah hal itu terjadi, Ia menelan setiap anaknya yang baru lahir.

Rhea tidak rela akan hal ini, maka dari itu, ketika anaknya yang ke enam lahir, ia menyembunyikannya dan menitipkannya pada para Nymph untuk dibesarkan. Kemudian ia membungkus sebuah batu dengan kain bayi untuk diberikan kepada Cronus, yang kemudian menelannya..

Bayi ke enam tersebut adalah Zeus. Zeus tumbuh besar di daerah Crete. Ia bertanya pada seorang Titan yang bernama Metis tentang cara untuk mengalahkan Cronus. Metis pun menyiapkan suatu minuman yang akan membuat Cronus memuntahkan saudara-saudarinya yg telah ditelan oleh ayahnya.

Sementara itu, Rhea merayu Cronus agar memperbolehkan anaknya untuk kembali sebagai pembawa gelas bagi Cronus dan Cronus pun menyetujuinya. Dengan demikian, Zeus memiliki kesempatan untuk memberikan minuman yg dibuat Metis kepada Cronus.

Setelah Cronus Meminum cairan itu. Maka Ia mulai memuntahkan anak-anaknya yang dulu pernah ia telan, satu per satu. Hestia, Demeter, Hera, Hades dan Poseidon. Karena kelimanya adalah dewa, maka mereka Immortal dan tidak terluka samasekali. Sebagai rasa terimakasih, mereka pun mengangkat Zeus sebagai pimpinan mereka.

Namun Cronus belum kalah, Ia mengajak para Titan untuk maju menyerang Zeus dan saudara-saudaranya. Seluruh titan ikut serta, bahkan Atlas mengajukan diri untuk memimpin peperangan, peperangan yang dikenal dengan TITANOMACHY atau War of The Titans. Tapi ada seorang Titan yang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan. Namanya adalah Prometheus. Ia telah mengetahui akhir dari peperangan ini, dan itu adalah kemenangan bagi Zeus. maka dari itu, Ia mengajak saudaranya, Epimetheus, untuk bergabung dengan pihak Zeus.


Selain itu, Zeus juga pergi ke Tartarus dan membebaskan Cyclopes serta Hecatoncheires. Sebagai rasa terima kasih, Cyclopes memberikan Petir kepada Zeus, Trisula kepada Poseidon, dan Helmet of Invisibility kepada Hades. dan Hecatoncheires ikut serta menjadi pasukan Zeus.

Perang pun terjadi. Hecatoncheires melemparkan ribuan batu-batu besar kepada para Titan. Karena banyaknya batuan itu, para titan mengira sebuah gunung sedang dilemparkan ke arah mereka. dan dengan serangan dari Zeus dan para dewa lainnya, akhirnya para Titan yang melawan Zeus dapat dikalahkan dan dipenjarakan di Tartarus. Kecuali Atlas yang diberikan tugas “khusus” oleh Zeus yakni untuk menopang langit di pundaknya.


Demikianlah, Zeus akhirnya membagi daerah kekuasaan dengan undian bersama ketiga saudaranya. Zeus mendapatkan Langit, Poseidon mendapatkan samudra, sedangkan Hades mendapatkan Underworld, dunia bawah tempat roh orang mati tinggal. Bersama-sama Zeus, saudara-saudarinya, ditambah anak dari Zeus, Membentuk 12 Olympians yang memerintah dunia dan tinggal di Puncak Gunung Olympus.

Senin, 05 April 2010

Alice in Wonderland

Cast: Johnny Depp, Mia Wasikowska, Anne Hathaway, Helena Bonham Carter, Michael Sheen, Matt Lucas, Crispin Glover, Stephen Fry, Alan Rickman
Director: Tim Burton
Writer: Linda Woolverton base on novel Lewis Carroll
Produksi: Walt Disney Picture
Release Date: 5 Maret 2010


Kisah dibuka dengan Alice kecil yang selalu mengalami mimpi yang sama berulang-ulang, tentang suatu tempat asing yang memiliki kelinci putih, kucing tersenyum, ulat bulu besar berwarna biru, dan makhluk aneh lainnya. Beruntung sang ayah adalah seorang yang imaginatif dan selalu mengatakan bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini. Tiga belas tahun kemudian Alice Kingsley (Mia Wasikowska) telah beranjak remaja, ayahnya telah meninggal dunia. Ia tengah berada dalam sebuah situasi dimana sang ibu dan saudara perempuannya memaksa agar ia mau menikah dengan pemuda bangsawan yang aneh. Ketika pemuda tersebut ingin melamarnya, tiba-tiba saja Alice melihat kelinci putih yang selalu ada dalam mimpinya sejak kecil. Ia mengikuti kelinci tersebut sampai akhirnya terperosok dalam sebuah lubang yang membawanya ke Underland. 


Lalu disana Alice bertemu dengan The Mad Hatter (Johnny Depp) yang memberitahunya kalau ia lah yang ditakdirkan membantu The White Queen (Anne Hathaway) untuk merebut kembali haknya sebagai pemimpin Underland dari tangan jahat The Red Queen (Helena Bonham Carter). Disana Alice juga bertemu dengan makhluk yang sudah sering ia lihat dalam mimpinya seperti Tweedledee/Tweedledum, Cheshire Cat, Blue Caterpillar, White Rabbit, dan makhluk lainnya. Lalu dimulailah petualangan Alice!

Alice in Wonderland adalah sebuah film yang berawal dari novel terkenal dari Lewis Carroll di tahun 1865. Di tahun 1951, Walt Disney mengangkatnya menjadi serial kartun ‘teraneh’ yang pernah saya tonton. Buat saya, Alice in Wonderland versi kartun ini adalah salah satu kartun ‘terberat’ untuk konsumsi anak-anak.

Alice in Wonderland versi ini merupakan penggabungan dari dua seri novel Alice yaitu Alice’s Adventure in Wonderland dan Through the Looking Glass. Sehingga tidak aneh jika Tweedledee dan Tweedledum yang cuma muncul di Through the Looking Glass malah muncul di versi ini. Bertahun-tahun kemudian, di tahun 2010 tersebutlah kolaborasi terhebat yang pernah dibuat. Film Alice in Wonderland telah jatuh ke tangan salah seorang sutradara terhebat yang pernah hidup, yang telah berhasil menghidupkan seri lagendaris lain, Roald Dahl’s Charlie and the Chocolate Factory menjadi nyata. Sutradara tersebut adalah Tim Burton dan Alice in Wonderland mengundang kita semua ke sebuah tanggal ter-penting di tahun ini.

Sebagai seorang sutradara, Tim Burton selama ini memang dikenal sebagai seorang yang ahli dalam menggarap gambar-gambar yang unik dan menakjubkan serta selalu menerapkan beberapa selipan humor yang mungkin akan sedikit terasa aneh bagi beberapa orang. Di lain pihak, Lewis Carroll, lewat karya-karyanya, selalu dikenal sebagai seorang novelis yang mampu menggambarkan suatu daya khayal tingkat tinggi lewat kata-kata yang ia tuliskan. Wajar saja, jika dengan kemampuan yang ditunjukkan Burton selama ini, ia dianggap akan dapat mewujudkan daya khayal Carroll tersebut secara akurat lewat penggunaan teknologi visual tercanggih yang ada saat ini.

Pemanfaatan teknologi 3D sendiri oleh Burton sepertinya hanya menjadi sebuah gimmick di film ini. Beberapa adegan memang sangat terbantu oleh teknologi 3D tersebut, namun kebanyakan, pemanfaatan teknologi 3D di Alice in Wonderland tidaklah semaksimal apa yang dilakukan James Cameron lewat Avatar. Secara keseluruhan, teknologi 3D cukup membantu penonton untuk merasakan tingkatan keindahan yang lebih dalam daripada ketika film ini disaksikan dalam bentuk 2D, walau hal tersebut tidaklah begitu mengganggu.



Tidak seperti pencapaian visualnya, karya-karya Tim Burton memang seringkali dipenuhi oleh beberapa titik dimana jalan cerita film-filmnya terasa mengalami sedikit perpanjangan tanpa memberikan sesuatu yang berarti. Hal ini tidak terkecuali pada apa yang terjadi di Alice in Wonderland. Jalan cerita film ini berjalan cukup memikat semenjak film ini mulai berputar. Ditambah dengan iringan musik karya Danny Elfman, penonton akan dapat begitu menikmati jalan cerita dan ketegangan awal yang ditawarkan. Namun, ketika Alice mulai menjelajahi Wonderland, disitu pula tempo film ini sepertinya berjalan di tempat, terasa kekurangan konflik serta hanya berputar-putar di permasalahan yang sama. Untungnya, naskah cerita kemudian berjalan lagi seiring konflik akhir ketika White Queen akan segera berhadapan dengan Red Queen mulai bergulir.


Walau begitu, Burton beruntung ia memiliki bakat dalam memilih jajaran talenta yang pas untuk menghidupkan filmnya. Dipenuhi dengan nama-nama yang telah dikenal memiliki kualitas akting tingkat atas, para jajaran pemeran Alice in Wonderland berhasil menghidupkan setiap karakter unik yang ada di dalam jalan cerita secara komikal. Helena Bonham Carter akan membuat setiap orang terpukau dengan caranya menginterprestasi Red Queen dengan teriakan-teriakan khasnya. Anne Hathaway juga melakukan suatu hal yang unik lewat caranya menggambarkan White Queen: seorang wanita cantik dan jelita seperti yang ia pernah gambarkan di The Devil Wears Prada namun memiliki kepribadian gelap seperti yang pernah ia gambarkan di Rachel Getting Married. Johnny Depp, seperti biasa, akan selalu mampu menangani karakter komikal seperti The Mad Hatter. Aktris Mia Wasikowska, yang berperan sebagai Alice dan memiliki jam terbang lebih rendah daripada aktor dan aktris senior lainnya, ternyata juga mampu memberikan padanan akting yang sesuai dan tidak mengecewakan. Pemeran pendukung lainnya, yang kebanyakan hanya menampilkan talenta suara mereka, juga mendukung agar film ini menjadi sangat dapat dinikmati dan menghibur.


Banyak kalangan sudah mengadaptasi kisah ini ke dalam format lain. Setidaknya tercatat 23 produksi dalam format film, dengan salah satu berbentuk film dewasa. Lalu, terdapat sembilan komik adaptasi, dan 19 versi yang diterbitkan dalam bentuk buku. Kisah petualangan Alice di Wonderland memang bukan cerita baru. Lewis Carroll telah menulis kisah ini di tahun 1865 dan setelah lewat seratus tahun, kisah ini tetap saja jadi salah satu kisah yang cukup menarik. Sebenarnya kalau mau jujur, kisah Alice di Wonderland ini bukanlah murni cerita untuk anak-anak. Kisah yang ditulis Lewis Carroll ini terlalu ‘suram’ untuk ukuran anak kecil. Banyak metafora yang tak akan dipahami anak kecil dan sepertinya itulah yang ingin dikomunikasikan Tim Burton kali ini.

Langkah pertama adalah membuat versi plesetan dari kisah klasik ini dan membuatnya lebih bisa diterima generasi sekarang. Tokoh Alice dibuat lebih dewasa dan bukan lagi anak-anak seperti dalam kisah aslinya. Setelah itu Tim memilih aktor dan aktris berkualitas seperti Johnny Depp, Anne Hathaway, dan Helena Bonham Carter lengkap dengan para pakar special effect dan bagian produksi yang juga sama andalnya. Setelah semua beres, barulah Tim Burton bebas mengekspresikan penafsirannya atas Wonderland atau yang di sini disebut Underland.


Cerita Alice in Wonderland bemula dari dongeng spontan yang dibuat oleh Charles ketika menemani tiga anak kecil dari rekan dosen Henry Liddell, Dekan Gereja Kristus Oxford, berperahu ria di sungai Thames dalam perjalanan piknik menuju Godstow. Ketiga anak tersebut adalah Alice Liddell, yang sudah lama mempesona Charles, dan kedua adik perempuannya. Untuk memeriahkan suasana perjalanan, Charles mengarang spontan sebuah cerita dongeng tentang petualangan seorang gadis kecil sambil menambahkan hewan-hewan yang mereka lihat selama perjalanan ke dalam cerita. Dalam perjalanan piknik musim panas itu, ketiga anak kecil tersebut merasa terkesima dan menyukai cerita karangan Charles. Ketika mereka kembali ke Oxford, Alice mengucapkan terima kasih untuk cerita menakjubkan tersebut dan meminta Charles menuliskan ulang dongengnya ke dalam sebuah buku, “Oh, Mr. Dodgson, I wish you would write out Alice’s Adventures for me!

Charles merasa tertarik dengan usulan Alice dan kemudian menulis kembali dongeng tersebut sambil menambahkan beberapa rincian-rincian kecil. Sesudahnya, ia merasa perlu menambahkan ilustrasi dan ia pun mengontak Sir John Tenniel, kartunis terbaik saat itu. Anehnya, interpretasi Tenniel terhadap karakter Alice agak berbeda lantaran Alice yang asli memiliki warna rambut hitam sementara dalam ilustrasinya ia justru berambut pirang. Setelah segalanya selesai, Charles pun mempersembahkan Alice in Wonderland edisi pertama kepada gadis kecil yang terhibur oleh ceritanya dan kemudian menerbitkannya lewat penerbit MacMillan Persis seperti reaksi anak kecil di atas perahu, novel petualangan Alice meledak luar biasa di pasaran dan mendapat sambutan yang sangat positif dari masyarakat Inggris pada saat itu. Cerita ini sukses lantaran ini adalah karya sastra yang pertama kali diciptakan semata-mata untuk hiburan anank-anak dan lepas dari pesan-pesan moral yang waktu itu dianut oleh kebanyakan pengarang dimasa Victorian. Bahkan, para pengarang pada zaman itu malah memuji Charles atas kelihaiannya dalam memainkan bahasa, penuh dengan teka-teki, plesetan homofon dan homonim, serta permainan kata-kata. Alice pun kemudian menjadi bagian penting dalam kehidupan kanak-kanak hingga kini.

Cerita petualangan ini juga menarik dibaca lantaran pembaca utamanya, kaum anak-anak, berbagi sifat yang serupa dengan Alice. Alice digambarkan sebagai anak kecil dengan rasa ingin tahu yang luar biasa besar namun tetap memiliki kepolosan berpikir. Hal ini terlihat jelas pada bagian dimana Alice mencoba meminum sebuah ramuan yang ia sendiri belum tahu memiliki dampak apa terhadap dirinya, kemudian ia mengecil dan membesar berulang kali karenanya. Kepolosan berpikir ala anak kecil diperlihatkan pula oleh Alice ketika ia bercerita tentang kucing peliharaannya, Dinah, kepada sekelompok hewan yang dijumpainya. Dengan polosnya pula ia menceritakan ketrampilan Dinah dalam menangkap tikus atau kadal sehingga membuat kawanan hewan tersebut gempar dan terpontang-panting lari menyelamatkan diri. Lucunya, Alice sendiri merasa heran dengan hal tersebut. Kepolosan dan kesederahanaan berpikir in selalu ditunjukan Alice sepanjang petualangannya sehingga para pembaca kanak-kanak memiliki imajinasi mengenai sosok Alice yang tidak jauh berbeda dengan diri mereka. .

Lebih lanjut, Petualangan Alice mencapai kepoluleran dengan pesat dikalangan anak-anak karena konsep ceritanya mampu melambungkan benak pembacanya ke alam impian. Kita semua tahu kalau anak-anak senang berbicara sendiri atau bercakap-cakap dengan benda-benda yang ada disekitarnya. Contohnya, anak perempuan senang berbicara dengan boneka koleksinya sedangkan anak laki-laki bermain mobil-mobilan sambil berbicara sendiri, membuat khayalannya akan sebuah balapan. Anak-anak juga senang berbicara dengan binatang atau tumbuhan disekelilingnya. Semua hal ini diwujudkan lewat karakter Alice yang juga bisa berbincang-bincang dengan benda-benda yang ada disekitarnya. Contohnya, ia bersua dengan seekor kelinci putih yang dapat berbicara sendiri. Tidak sampai di situ saja, semua karakter binatang memiliki kemampuan berbicara dan bernalar layaknya manusia sungguhan--mulai dari tikus hingga seekor Gryphon. Lebih jauh lagi, ada pula karakter manusia kartu yang muncul--Queen of Heart, The Knave, dll. Keliaran fantasi Charles juga ditunjukan lewat kejadian lucu yang dialami Alice kala ia terjatuh ke dalam sebuah lubang yang paaaaanjang sekali sehingga Alice ia punya waktu panjang untuk berpikir. Lalu ada juga kejadian lucu dimana Alice bisa menyusutkan dirinya dan membesarkan dirinya sampai memanjangkan lehernya sendiri. Bagian cerita yang lain menunjukan Alice bermain croquet dengan menggunakan burung flamingo sebagai tongkat pemukul, bertemu dengan Mock Turtle yang selalu menangis, berjumpa dengan Mad Hatter yang pemarah, berkenalan dengan ulat kaki seribu yang mengisap hookah, sejenis shisa. Pendek kata, novel ini betul-betul menjelajahi fantasi anak kecil secara habis-habisan. 

Hal menarik lainnya dari novel ini adalah nilai-nilai yang layak menjadi panutan bagi anak kecil seperti keberanian, sikap terbuka terhadap perbedaan dan kesopan santunan. Biarpun kritik mengatakan tidak ada kandungan nilai moral, saya berpendapat kalau Charles memasukan pesan tersebut. Alice menjadisebagai gadis kecil dengan keberanian yang tidak kalah dari anak laki-laki. Hal ini terpapar jelas pada banyak bagian dimana ia berjumpa dengan hewan-hewan ukuran raksasa atau bertemu dengan tokoh-tokoh berwajah jelek. Alice menghadapi semua karakter dalam cerita ini dengan kepolosannya dan hanya memperlihatkan sedikit rasa takut. Lewat perjumpaan dengan beberapa tokoh, anak kecil belajar untuk tidak menilai sesuatu hanya lewat perbedaan yang kasat mata. Alice dalam cerita tidak pernah menunjukan sikap jijik atau merendahkan terhadap setiap karakter yang ia temui--baik terhadap Duchess yang berwajah jelek, Doormouse yang lamban, Gryphon yang berbentuk aneh, ataupun Mad Hatter yang berkarakter unik. Yah sesekali Alice menjadi kesal atau sedikit marah namun itu semua hanyalah sifat khas anak kecil. Sebaliknya, rasa ingin tahu Alice yang besar secara tidak sadar digunakannya untuk menepis perbedaan fisik yang kasat mata. Indahnya, Alice selalu bisa menampilkan kesopanan yang baik terhadap siapapun yang ditemuinya, sekalipun dengan Ratu Hati yang senang memberi perintah memenggal kepala orang.

Satu lagi yang membuat novel ini menarik adalah keberhasilan Charles dalam memasukan humor-humor dalam bentuk permainan kata, puisi tanpa makna, rima kata, dan matematika. Di bagian awal, Alice sudah tampil dengan permainan ucapan kata latitude dan longitude, yang sepertinya tanpa makna namun terdengar baik baginya. Atau Kelinci Putih yang bergumam, “Dear, dear! how queer today?” Kemudian, pembaca akan menemui puisi-puisi konyol, tidak bermakna, dibuat semata-mata untuk mempermainkan rima kata. Contohnya;

‘How doth the little crocodile
Improve his shining tail,
And pour the waters of the Nile
On every golden scale!’