Pernah membayangkan Zac Efron bermain di film-film ala Nicholas Sparks? Charlie St. Cloud adalah jawabannya. Sekalipun film ini membawa bau-bau supranatural, yang sepertinya belum pernah ditemukan di film-film adaptasi dari novel Nicholas Sparks, film ini tetap mempunyai bau-bau Nicholas Sparks yang sangat kuat. Dari segi romantisnya. Melodramatisnya. Bombaynya. Sampai opera-sabun-nya. Bahkan Zac Efron memamerkan otot-ototnya.
Charlie St. Cloud merupakan ajang pertemuan kedua bagi Buur Steers dan Zac Efron. Sebelumnya, tahun lalu mereka juga bekerjasama dalam 17 Again. Kali ini mereka kembali bertemu tetap dengan Buur di posisi sutradara dan Zac sebagai tokoh utama. Zac Efron (High School Musical) kali ini dipasangkan dengan Amanda Crew (Final Destination 3). Film ini diangkat dari novel laris buah pena Ben Sherwood yang berjudul The Death and Life of Charlie St. Cloud.
Untuk urusan cerita, film ini termasuk skeptis, sangat skeptis. Bagi mereka yang sudah sinis dengan tema-tema spiritual-non-logis semacam ini, sudah jelas film ini bakal ditolak mentah-mentah. Ingat Ghost yang dibintangi Demi Moore dan Patrick Swayze? Atau The Sixth Sense bikinan M. Night Shyamalan? Atau Birth yang dibintangi Nicole Kidman (sekalipun dari segi isi film ini lebih mirip Ghost atau The Sixth Sense). Charlie St. Cloud berada di area yang sama persis dengan film-film itu.
Film ini bercerita tentang janji brother-to-brother antara Charlie St. Cloud (Zac Efron) dan adiknya Sammuel “Sam” St. Cloud (Charlie Tahan). Keduanya memiliki hubungan kakak-beradik yang sangat so-sweet ala-ala Nicholas Spark. Bahkan kakak-beradik tersebut, dengan bermodalkan kekompakan, berhasil menjuarai kompetisi perahu layar setempat. Sayangnya sebuah kecelakan yang sangat tragis membuat Charlie berpisah dengan adiknya Sam (singkatnya: wafat).
Bau-bau supranatural pun muncul ketika Charlie berjumpa dengan sosok arwah Sam yang menagih janjinya untuk berlatih baseball bersama-sama di hutan di setiap senja di setiap hari. Dan janji ini selalu dipatuhi oleh Charlie. Charlie bahkan menghabiskan lima tahun lamanya untuk menepati janji pada arwah adiknya tersebut.
Film ini berbentuk melodrama, dan hal ini patut digaris bawahi. Bukan psychological thriller ala The Sixth Sense, tapi melodrama seperti Ghost. Atau lebih tepatnya, ya, searah dengan film-filmnya Nicholas Sparks yang serba so-sweet bahkan di bagian-bagian tragis sekalipun. Saya adalah tipikal penonton yang sangat suka sekali di-bombay-bombay-kan oleh film-filmnya Nicholas Sparks, (walaupun film ini tidak ada hubungannya dengan novel Nicholas Sparks).
Sama seperti yang dialami Demi Moore atau Haley Joel Osment, di film ini cuma Zac Efron yang mampu melihat sosok adiknya. Agak mengagetkan (dan mengecewakan) ketika saya mendapati fakta bahwa yang dilihat Zac Efron tersebut benar-benar arwah, karena dari awal film saya mengira Zac Efron mengalami delusi-pasca-trauma atau semacam skizofrenia. Dan bukan cuma arwah adiknya semata, Zac Efron juga mampu melihat arwah teman sekolahannya yang sudah wafat di medan perang.